Jalaluddin ditanya, ”Adakah jalan yang lebih dekat menuju Tuhan daripada Shalat?” ”Tidak,” dia menjawab; ”namun shalat itu bukan hanya bentuknya saja. Shalat itu ada permulaan dan ujungnya, sepertinya semua yang berbentuk dan bertubuh dan yang melibatkan ucapan dan suara; tapi jiwa itu bebas dan tak terbatas. Para Nabi telah memperlihatkan hakekat shalat yang sesungguhnya. ...Shalat adalah ketenggelaman dan ketidaksadaran jiwa, sehingga seluruh bentuk-bentuknya tinggal di permukaan. Shalat itu, bahkan Jibril, yang merupakan ruh Suci tak dapat ruang. Orang dapat bekerja, siapa yang shalat seperti ini dikecualikan dari kewajiban agama, karena dia kehilangan kesadaran. Tenggelam dalam Kesatuan Ilahi itu adalah jiwa shalat.”
Puisi Oleh: Jalaluddin Rumi, Fihi ma fihi, 15