di penghujung tahun ini,
tepatnya…
duapuluhdua desember,
bertepatan dengan hari sakral
bagi kaum ibu,
kaum yang kita junjung tinggi,
atas keTULUSanSUCI hatinya,
yang telah sediakan
tempat pertapaan kita
selama sembilan bulan
sepuluh hari di perutnya,
yang di telapak kaki nya lah
SYURGA berSEMAYAM
sehingga…
sudah sePATUTnya lah,
jikalau SAAT itu
MOMENT yang TEPAT
untuk mengenang,
menghormati BELIAU sangBUNDA,
moment yang tepat
untuk menggulirkan RENUNGAN,
flashback tentangnya.
akan tetapi…
malam itu,
kenyataannya
malah sebaliknya.
seorang ibu belia
sebagai PemanduLaku,
saat itu…
dari semua yang ada,
beberapa di antaranya
diminta lontarkan
suatu komentar.
giliran siAbah
menggelontorkan gagasannya.
siAbah yang KepalaSuku
salah satu komunitas
KaumSastra di Tangerang,
yang karena diminta pendapatnya,
maka…
dicuatkanlah isi kepalanya
yang memang agak miring isinya.
ia kritisi kondisi event malam itu
desh…
desh…
desh…
JGLEEER…….!?
ada yang potong itu
kaset siAbah yang lagi berputar.
dengan kata lain,
ada yang menCELETUK,
tapi tak mampu memPAUSE
laju kaset siAbah.
siPemotongKaset pun keluar
dan…
siPemotongKaset pun
kujuluki sangJumawaSatu.
lho…
knapa kok sangJumawaSatu…?
karena…
di lanjutan sajak ini nanti,
ada tokoh jejuluk sangJumawaDua.
kuputar lanjut sajak ini
tak lama kemudian,
ada ISYUE haul seseorang.
yang ternyata,
adalah HAUL sangJumawaSatu.
tampak terasa
ada kegaduhan kecil
PRO-KONTRA
antara siPemanduLaku
dengan yang merasa punya gawe,
yakni, paraJUMAWAnya.
tidak lama kemudian,
ada segerombolan pembawa spanduk,
dan karangan bunga,
dan dua onggok kue-tar.
dan acara tampak mulai kacau,
karena sudah diambil-alih
dari tangan siPemanduLaku
tampak ada ImprosisasiSpontan
kemudian,
sangJumawa masuk lagi
dan mengambil alih semuanya
ngoceh ngalor-ngidul
tak jelas ujung-pangkal nya.
yang paling tragis,
adalah,
merajang siAbah habis-habisan
di muka-umum
menginjak-injak-injak
harga-diri siAbah
PUICH…
diLAKNAT amat itu orang
itu MANUSIA atau kah BINATANG
mana hati-nurani kau,
hey BANGSAT…?!
aku tuliskan SAJAK-KASAR-ku ini,
kerna memang
sudah tidak ada lagi
media yang mampu
menampung suara nuraniku
karena apa…?
ketika kulontarkan
sebuah gagasan
untuk memperbaiki keadaan
di wadah yang tepat,
menurut pandangku,
yakni wadah bagi KaumBudaya
tanah ujung barat jawa
tempat bertenggernya jua
siAbah
yang intinya,
adalah,
aku nyatakan,
bahwa wadah itu
t’lah tercoreng
dan…
harapanku,
bisa dicarikan SULUSInya
bersama-sama.
tapi apa yang terjadi..?
aku malah ditendang dari belakang
entah siapa aku tak tahu
kuperkirakan siJumawaDua.
karena terbukti,
tidak lama kemudian,
aku pun ditendang dari
wadah satu nya lagi,
tempat yang ia rasa
sebagai tempat
menancapkan kekuasaannya.
dan ini,
adalah…
suatu dagelan yang tak lucu.
karena wadah ke-dua ini,
secara birokrasi,
tak terkait samasekali
dengan wadah satunya
yang awal.
yang aku sesalkan,
adalah…
ketika malam kejadian itu,
saat siAbah terkoyak HargaDiri-nya.
aku tak angkat bicara
dan tak mampu apa-apa
dan memang,
tak punya kapasitas apa-apa
dan aku bukan siapa-siapa
aku hanyalah sebagai SAKSI.
yachhh…SAKSI.
SaksiSuci,
yang harus
menyuarakan HatiNurani-nya,
dan mengabarkan
apa-saja yang disaksikannya
ke seluruh nusantara,
bahkan,
ke seluruh jagad-raya.
aku menyaksikan
ke-TIDAK-ADIL-an,
ke-se-WENANG-WENANG-an,
ArogansiKeKUASAan
yang KUMAWOSO
HadigangHadigungHadiguno.
ada 2-3 CUKONG
berak di wajah-wajah lugu
para KaumSastra seNusantara,
persis apa yang t’lah dicuatkan
oleh siBurungMerak pada Lisongnya,
dan t’lah terkumandangkan
olehku bersama anakSaungnya.
kini,
DENGUSnya…
yang mengandung RACUN dan VIRUS,
t’lah membuncah,
bersamaan dengan cairan yang MUNCRAT
merebak ke mana-mana.
wahai sangDURJANA,
meski kau ‘kan lari,
tak ‘kan bisa menyingkir,
ke mana pergi.
ingat…
apa kata yang t’lah terucap
oleh Tardji,
di TanahAirMata-nya.
kejadian di Fame malam itu,
menyisakan bara-api
seperti yang ditorehkan
oleh Jumara di SecangkirTehPanas-nya.
wahai…
KaumSastra seNusantara,
TIDAK-teRASA kah KALIAN?
atau kah sudah terGADAIkan kah
HargaDiri-mu..?
atau,
sudah terLELAP kah kau,
lantaran,
t’lah diNinaBobokkan
olehnya…?!
untukmu,
sajak ini tercipta.
_____________________________________
Tangerang, Desember 2013
(JagadKahiyangan)
Puisi Karya: JagadKahiyangan
Kategori Puisi: Puisi Kritik Sosial, PuisiPemberontakan/PuisiProtes/PuisiPenghujatan