24/10/2007

Kata Terselubung

Ada yang tahu dengan kata-kata di bawah ini?

Karang wulu
Kleret
Katung
Seketi
Kadi


Pasti banyak yang gak tahu. Ndeso sih. Katrok. :)
Nah, kemarin pas lagi channel tv walking or remote walking, saya sempat mampir ke televisi nasional. Kalo ada yang lupa nama tivinya itu TVRI. Dan ketemulah acara itu, nama acaranya binar, bahasa Indonesia yang baik dan benar. Ada beberapa sub acara di acara ini diantaranya fragmen, apresiasi, dan anekdot.
Di acara itu kita jadi tahu kalo kata-kata di atas tadi, itu juga bahasa Indonesia yang asalnya dari bahasa daerah. Ada beberapa kata lagi beserta artinya, seperti yang sempat saya catat di bawah ini:

Karang wulu : Turun ranjang
Mengaut : Mengumpulkan
Klurut : Bengkak di ujung jari
Kadi : Banci
Kasual : Sederhana
Selaksa : Sepuluh ribu
Seketi : Seratus ribu
Berkapurancang : Menyilangkan tangan di bawah perut

Nah, kalo turun ranjang itu artinya bukan bangun tidur, tapi menikahi saudara dari istri yang telah meninggal. Saya pernah juga punya kakek (saudara lelaki kakek) yang “berkapurancang”, setelah istrinya meninggal maka adiknya yang kemudian dinikahi. Asyik tenan…
Kalo kedi saya juga pernah tahu, dulu semasa kanak-kanak hobi baca cerita legenda. Salah satunya itu adalah asal mula kota kediri, artinya kedi yang bunuh diri. Masih ingat banget, tapi ya… jalan ceritanya sendiri sudah lupa.
Kalo selaksa itu sering dinyanyikan oleh Ebied G. Ade, “Selaksa peristiwa…..” itu salah satu liriknya, rupanya selaksa itu artinya sepuluh ribu, saya kira artinya itu “banyak peristiwa”, bukan jumlah yang nominalnya terbatas. Rupanya selaksa peristiwa itu arti bakunya sepuluh ribu peristiwa.
Kalo kasual itu sudah biasa, sering bukan mendengar kata “pakaian kasual”, artinya pakaian buat nyantai.
Untuk kata yang selain itu, saya sama sekali baru dengar. Kebanyakan dari bahasa melayu. Dan diserap dari bahasa daerah, ketika diungkapkan dalam percakapan resmi berbahasa Indonesia menjadi kata terselubung, karena orang belum banyak yang tahu artinya. Nah, yang sudah populer itiu seperti kata “ngaben”, ngaben itu aslinya bahasa daerah bali yang diserap menjadi bahsa indonesia.
Mbak pengisi acara di TVRI itu lalu juga berpesan agar kita mau melestarikan dan menggali budaya kita. Agar bahasa kita kaya akan diksi (pilihan kata) dan dihormati oleh bangsa luar.
Selanjutnya ada sub acara yang agak lucu, karena aneh, acaranya berjudul anekdot. Anekdot ini seperti pentas sandiwara kecil untuk menunjukkan kesalah pahaman akibat pemakaian bahasa. Pemeran dalam sandiwara ini bukan artis beken, tampak benar-benar seperti sandiwara, khas TVRI.
Contoh kata-kata yang mengundang kesalah pahaman:
Giginya tanggal enam dioperasi.
Saya cari makan sendiri.
Kalimat pertama itu bisa dipahami sebagai tanggal waktu pengoperasian atau jumlah giginya yang tanggal enam biji. Dan di acara anekdot tersebut, diceritakan dua orang yang memiliki pemahaman berbeda jadi berantem karena salah paham. Kan kasihan gitu.
Ada lagi kata “saya cari makan sendiri” itu bisa diartikan sayanya (gue/aku) yang mencari makan berupa nasi atau makanan dan lain-lain, atau dalam pengertian lain artinya telah bisa membiayai kehidupan sendiri. Kan kalo enggak liat konteks peristiwa kata-kata itu masih mengambang dan bisa disalah artikan bagi yang memaknai.
Nah begitulah, masih ingat kata turun ranjang di atas tadi kan? kalau anda yang membaca tulisan ini mungkin sudah tahu artinya, tapi kalo yang belum pasti masih memaknai bangun tidur, karena memang pada dasarnya kata bangun tidur itu makna yang paling dekat. Maka oleh karena itu, kesejajaran pengetahuan lawan bicara juga butuh diperhatikan. Bisa-bisa gak nyambung, salah pengertian dan bisa terjadi claz. Mungkin ya gara-gara ada gap pengetahuan banyak terjadi claz di dunia ini maupun negara ini. Ya mungkin benar begitu, kadang salah bahasa (bisa diperluas salah komunikasi dan interaksi) bisa menyebabkan konflik.

Sekarang, silahkan nonton Televisi Republik Indonesia, kadang ada juga acara bagus di sana… kalo semua acara TV swasta sedang konyol semua…