06/06/2008

WOM versi Tung Dasem Waringin


Revolusi tak ada lagi” ~ Goenawan Mohammad


Goenawan Mohammad pernah mengatakan bahwa revolusi tak ada lagi. Revolusi apa? Revolusi politik atau revolusi fisik, mungkin.
Tapi revolusi tetap saja eksis, setidaknya revolusi dalam bidang ekonomi versi Tung Dasem Waringin. Dia melalui bukunya, memperkenalkan “Revolusi Finansial” dan sekarang dia kembali memperkenalkan “Revolusi Marketing”. Yah, revolusi adalah pergerakan dan perubahan secara spartan dan cepat. Ia menumbangkan “yang lama” dan menggantikan dengan “yang baru” dalam rentang waktu yang cepat, berbeda dengan evolusi yang berangsur-angsur.

Dalam kaitan dengan masalah sosial mungkin dapat dikatakan bahwa revolusi telah mati, ada yang menjudge bahwa pertentangan faham telah final, kapitalisme keluar sebagai pemenang tunggalnya. Nah demikianlah, tapi dari segi ekonomi semua belum final, dapat dikatakan bahwa Tung Dasem Waringin mau merevisi cara-cara lama memandang teknik bisnis-finansial dan memperkenalkan cara-cara yang baru, setidaknya untuk masyarakat umum Indonesia.

Sensasi is WOM
Sebagian blogger pasti sudah tahu, salah satu teknik yang dipakai untuk meningkatkan traffik pengunjung adalah dengan membuat posting sensasional. Kontroversi/ sesuatu yang unik kemudian menjadi apa yang dinamakan dengan WOM (word of mouth) alias getok tular. Yah, menjadi bahan gosip, buah bibir dan bahan pembicaraan. Viral marketing.
Teknik WOM ini tentu saja sangat efektif bila dilakukan dengan benar, menghemat beaya iklan. Semakin sensasional sebuah peristiwa makin menarik minat orang untuk mengetahuinya, berita ini memiliki nilai jual yang tinggi termasuk para wartawan dengan senang hati akan mengulasnya.
Dulu ada group Padi yang melakukan teknik ini dengan launching album di atas gedung, tapi tidak terlalu sukses. Di negara barat sana, ada juga yang melakukan teknik ini untuk mempromosikan suatu merek mobil dengan memakai model yang telanjang di wilayah publik (sumber: majalah Marketing). WOM bukanlah suatu hal yang baru sebenarnya.

Bagi-bagi duit dari pesawat, itulah yang dilakukan baru-baru ini oleh Tung Dasem Waringin. Tung Dasem Waringin melakukannya sebagai bagian promosi buku barunya, Marketing Rovolution. Saya belum baca bukunya, juga belum lihat seminarnya. Manalah saya sanggup bayar biaya seminar semahal itu, tapi saya prediksi ada dalam bukunya dan seminarnya disebutkan bahwa WOM adalah teknik melakukan pemangkasan beaya Investasi-Promosi. Dia Telah mencontohkannya, bayangkan saja dengan 100 juta (duit yang disebarkan) + ongkos sewa pesawat, hasil yang dicapai adalah liputan dari media luar negeri (saya kira yang mereka ekspose paling banyak justru ironi kemelaratan bangsa ini) dan liputan dari semua stasiun televisi tanah air, acara prime pula, yaitu pada acara berita nasional. Belum lagi media-media lain seperti surat kabar dan internet (coba disearch dengan kata kunci “hujan duit”). Kalo memasang iklan murni, coba bayangkan berapa budged yang mesti dikeluarkan?

Bad news is a good news
Jargon dari para pemburu dan penayang berita ini juga sangat terkenal, “bad news is a good news”. Berita buruk adalah berita baik. Value dari berita buruk ini akan semakin naik karena adanya demand dari masyarakat untuk melihat berita buruk tersebut. Kita tahu bahwa berita-berita buruk sering menjadi bahan perhatian masyarakat. Media, menggunakan rating dari suatu acara untuk menilai acara tersebut. Ujungnya, semakin tinggi rating semakin tinggi value berita, maka semakin banyak pihak pemasang iklan yang tertarik. Dan semakin besarlah laba yang didapatkan oleh pihak penayang berita tersebut.
Berita buruk memiliki nilai ekonomis. Karena itulah perceraian artis, selingkuh pejabat, berita kekerasan yang ektreme mendapat perhatian masyarakat. Intinya adalah, kembali lagi bahwa hal-hal yang berbau sensasional itu memiliki value lebih bagi media.

Momentum
Tung Dasem Waringin sukses melakukan WOM tersebut, disaat yang tepat dan di tempat yang tepat. Saat yang tepat itu adalah saat masyarakat Indonesia ditimpa masalah keuangan karena kenaikan BBM dan kontroversi BLT. Tempat yang tepat ialah di negara yang masyarakatnya sebagian besar masih miskin.
Cobalah, nanti sekitar 40 Tahun lagi dimana masyarakat Indonesia sudah menuai kesuksesan, menjadi bangsa yang besar dan kaya, strategi semacam ini pasti tidak akan bisa diterapkan.
Atau pada tempat yang tepat, cobalah aksi semacam ini dilakukan di Malaysia, siapa yang mau berkejar-kejaran dan bergerombol menadah uang yang disebar tersebut. Biasanya ada korelasi antara harga diri dengan tingkat kemapanan ekonomi.
Intinya WOM hanya berhasil pada momentum yang tepat.

Memainkan imajinasi
Nah, tahu sendiri bukan. Masyarakat miskin biasanya memiliki imajinasi/ khayal yang tinggi. Ketika melihat hujan, maka masyarakat pasti berkhayal, “Mengapa tidak terjadi hujan uang saja?”. Imajinasi kekanak-kanakan inilah yang dipermainkan oleh strategi WOM ini, sehingga merupakan satu hal yang rasional bila ada suatu usaha untuk memuaskan imajinasi tersebut. Ya, bagi-bagi uang dari pesawat alias hujan uang, berhasil menjadi suatu yang menarik karena memuaskan imajinasi tersebut.

Tung Dasem Waringin sukses, teknik WOMnya bahkan diliput oleh media dalam dan luar negeri. Ha.. ha.., terlepas dari aspek moral dan kontroversi yang ditimbulkan, Tung Dasem Waringin sukses melakukan teknik WOM ini. Bahkan saya pun buru-buru menulis mengenai teknik ini, karena menurut saya sangat menarik.