O Engkaulah yang menjawab doa tak terucap, yang setiap saat melimpahkan kepada hati ratusan karunia.
Engkaulah yang menggoreskan huruf-huruf tulisan: bebatuan di sini menjadi lembut bagai lilin demi cintanya.
Engkaulah yang menulis nun-nya alis, shad-nya mata, dan jim-nya telinga sebagai sebuah gangguan bagi pikiran-pikiran dan pengertian kita.
Karena huruf-huruf-Nya itu akal diciptakan untuk menyusun tumpukan halusnya kebingungan: tulislah. O penulis indah yang teladan!
Tak henti-hentinya Engkau ciptakan bentuk-bentuk khayalan yang indah di atas halaman Ketiadaan.
Di atas lembaran khayalan Engkau goreskan huruf-huruf yang membingungkan-mata, raut muka, pipi, dan tahi lalat.
Aku mabuk oleh gairah Ketiadaan, bukan oleh keberadaan, karena Sang Kekasih dari dunia Ketiadaan lebih setia.
Tataplah betapa gemarnya orang gila pada garis-garis gelap yang digoreskan tanpa jari-jemari.
Setiap orang tergila-gila karena khayalan dan demi harta menggali yang terpendam di sudut-sudut.
Seseorang pergi ke gereja untuk menunaikan kewajiban agama; yang lain karena hasrat yang kuat untuk menabur benih;
Seseorang kehilangan jiwanya dalam doa setan; sedangkan yang lainnya di atas bintang-bintanglah meletakkan kaki.
Bagi penglihatan mata tampaklah segala macam gerak di dunia luar timbul dari khayalan-khayalan di dalam pikiran.
Karena sasaran dari pencarian jiwa itu tersembunyi, maka setiap orang mencarinya pada arah yang berbeda, seperti para musafir yang mencari kiblat di tengah kegelapan.
Pada saat fajar tiba, ketika Ka’bah terlihat, mereka menemukan siapa yang telah kehilangan jalan.
Puisi Oleh: Jalaluddin Rumi, Mas. V, 309