Seorang kristen mengakui dosa-dosanya selama setahun di hadapan pendetanya – zina, pendendam, dan kemunafikan –
Supaya pendeta itu mau mengampuninya, karena dia memandang pengampunan dosa dari pendeta merupakan pengampunan dari Tuhan.
Sang pendeta tak mempunyai pengetahuan yang nyata tentang dosa dan pengampunan; namun cinta dan iman adalah pemikat yang sangat kuat pesonanya.
Di saat ketidakhadiran Cinta terciptalah berbagai bentuk khayalan; di saat kehadiran Yang Maha Esa, Tanpa Bentuk Dia mengungkapkan diri-Nya,
Berfirman, ”Aku-lah sumber asli ketenangan dan kemabukan: keindahan segala bentuk adalah pantulan dari-Ku.
Kini, karena engkau telah sering menatap pantulan-Ku, engkau mampu menatap Esensi Suci-Ku.”
Begitu orang Kristen itu merasakan adanya renggutan dari Atas, akan adanya pendeta pun dia tak sadar.
Di saat itu dia sangat mengharapkan pengampunan dosa-dosanya dari Tuhan Yang Maha Pengasih di balik tabir.
Apabila air-mancur memancar dari sebuah batu, batu itu pun menghilang di dalam air-mancur.
Puisi Oleh: Jalaluddin Rumi, Mas. V, 3257 dan 3277