Di hadapan orang Turki yang mabuk, penyanyi pengembara mulai menyanyikan Perjanjian di alam keabadian antara Tuhan dengan Jiwa.
”Aku tak tahu apakah Engkau bulan atau berhala, aku tak tahu apa yang Engkau kehendaki dariku,
Aku tak tahu apa yang harus kulakukan untuk-MU, apakah aku akan terus diam atau menyatakan-Mu dalam kata-kata.
Sungguh mengagumkan bahwa Engkau Dekat denganku; namun di mana aku dan di mana Engkau, aku tak tahu.”
Dengan cara inilah dia membuka bibirnya, hanya untuk menyanyikan ”Aku tak tahu, aku tak tahu.”
Akhirnya orang Turki itu meloncat marah dan mengancamnya dengan sebatang tongkat besi.
”Bodoh benar kau!” ia berteriak, ”Katakan kepadaku sesuatu yang kau ketahui, dan jika kau tak tahu, jangan asal bicara.”
”Apa tujuan ocehanku ini?” sahut penyanyi pengembara, ”maksudku gaib;
Sampai engkau menyangkal semua yang lain, penegasan Tuhan lari darimu: aku menyangkal supaya engkau dapat menemukan jalan penegasan.
Kumainkan nada sangkalan: jika engkau mati, kematian yang akan memperlihatkan rahasia –
Bukan kematian yang membawamu ke kegelapan liang kubur, tetapi dengan kematian engkau berubah dan masuk ke dalam Cahaya!
O Amir, gunakanlah tongkat itu untuk memukul dirimu: hancurkanlah egoisme sampai lumat!”
Puisi Oleh: Jalaluddin Rumi, Mas. VI, 703