Karena hanya Ma’rifah satu-satunya tunggangan Mu’min sejati, dia mengetahui dengan pasti, dari siapa pun dia harus mendengarkan Ma’rifah,
Dan ketika dia saling berhadapan dengannya, mana mungkin ada keraguan? Bagaiman mungkin dia akan salah?
Jika kau bilang pada orang yang kehausan – “Ini segelas air: minumlah!”-
Mungkinkah dia menjawab? – “Itu kan cuma ucapan kosong: jangan ganggu aku, O pembual, enyahlah.”
Atau andaikan seorang ibu berseru kepada bayinya, “Dengar aku ini ibumu: anakku!”-
Mungkinkah ia berkata? - “Tunjukkan dulu buktinya, supaya aku nikmat menetek susumu.”
Bila penglihatan batin telah bersemayam di lubuk hati seseorang, wajah dan suara nabi jadi mu’jizat yang nyata.
Bila nabi berseru dari luar, jiwa orang itu akan luluh memuja dari dalam,
Karena takkan pernah di dunia ini telinga jiwa mendengar seruan yang sama seperti yang didengarnya.
Seruan yang sangat mempesona itu terdengar oleh jiwa yang menyendiri –seruan Tuhan, “Lihatlah, Aku dekat.”
Puisi Oleh: Jalaluddin Rumi, Mas. II, 3591