Dia telah tertawan dalam doa ini ketika sebuah Suara yang datang dari Langit, menyapa,
”Engkau memang disuruh menyiapkan anak panah pada busurnya; namun siapakah yang menyuruhmu melepaskannya dengan sekuat tenaga?
Kesombongan-dirilah yang mendorongmu ’tuk merentangkan busur tinggi-tinggi dan memamerkan ketrampilanmu dalam seni panah-memanah.
Engkau memang harus mempersiapkan anak panah di busur, namun janganlah kau tarik busur sekuat tenaga.
Di mana anak panah itu jatuh, gali dan temukanlah! Jangan kau andalkan kekuatan, burulah harta karun itu dengan permohonan yang lembut menyedihkan.”
Yang hakiki itu lebih dekat daripada urat leher, dan engkau membidikkan anak panah pemikiran terlalu jauh dari sasaran
Filosof membunuh dirinya dengan pemikiran. Biarkanlah dia terus berlari: membelakangi harta karun.
Sebagian besar yang ditakdirkan masuk Surga adalah orang-orang bodoh, sehingga mereka menjauhkan diri dari kerancuan filsafat.
Jika orang pandai senang dengan rencana, orang sederhana bersemayam nyaman, bagai bayi, di haribaan Sang Perencana.
Puisi Oleh: Jalaluddin Rumi, Mas. VI, 2347