Waktu: Persisnya lupa.
Tempat: Istana Merdeka.
Yang hadir: Bapak; Ajudan-ajudan Presiden R.I.; para Dokter pribadi assisten ajudan; pak Adung; dan aku (Guntur Soekarno).
____________________________________________
Pada suatu waktu di pagi hari bapak dalam keisengannya mengorek-ngorek kuku ibu jari kakinya sambil membaca koran di beranda belakang istana Merdeka.
Entah kena apa, barangkali karena keasyikannya, kuku yang dikorek-korek tadi terkelupas di ujungnya hingga terluka dan berdarah. Karena lukanya itu dianggap tidak serius dan hanya semacam lecet saja, maka oleh Bapak luka tadi tidak diobati dan dibiarkan terbuka, akibatnya luka tadi kemasukan kotoran-kotoran dan debu-debu sehingga menjadi infeksi.
Mula-mula tidak begitu terasa oleh Bapak akan tetapi lama kelamaan karena bengkaknya bertambah besar akhirnya terasa juga “senut-senutnya” oleh Bapak. Hingga saat itu bapak masih saja membiarkan sang bengkak berjalan sebagaimana adanya tanpa diobati sedikitpun sampai pada suatu saat karena bengkak infeksinya sudah sangat parah maka kelenjar pangkal paha Bapak pun turut membengkak, akibatnya Bapak sulit untuk berjalan secara normal dan kalau Bapak berjalan terpaksa secara jingkat-jingkat.
Bisa kita bayangkan bagaimana “menariknya” bila melihat Presiden R.I yang nota bene sebagai juga Pemimpin Besar Revolusi pada saat itu berjalan secara berjingkat-jingkat. Yang pasti pada saat itu tidak seorangpun yang berani tertawa... termasuk aku sendiri!
Menghadapi keadaan yang demikian bapak kemudian memerintahkan para dokter pribadinya agar segera mengatasi “kegawatan” ini.
Oleh para dokter bapak disarankan agar mengobatinya dengan suntikan-suntikan anti biotika + vitamin-vitamin penguat + kompres pada ibu jari kaki.
+ Pak, jalannya kenapa pincang sih?
- Jempolnya bengkak.
+ Sudah diobatin?
- Dokter sudah mau kasih Bapak obat, tapi sembuhnya terlalu lama. Paling cepat menurut mereka seminggu; Bapak ingin segera sembuh... Kau tahu empat hari lagi aku harus terima surat kepercayaan duta besar asing!
+ Tunda saja Pak, Credentialnya. (Credential = upacara penyerahan surat-surat kepercayaan duta besar asing).
- N’dak bisa!!
Ini dubes negara sahabat, kalau ditunda aku malu!!!
+ Ya, abisnya gimana, kan namanya saja obat terang perlu waktu dong pak!
- Akh... Bapak mau suruh sudet saja biar lekas sembuh! (sudet = operasi).
Tak berapa lama kemudian dilakukanlah pengoperasian ibu jari Bapak yang bengkak oleh team dokter pribadi di beranda belakang Istana Merdeka.
Setelah proses itu selesai bapak merasa sangat lega sekali karena selain rasa “senut-senut” bengkaknya hilang juga dalam waktu relatip singkat diharapkan Bapak sudah bisa berjalan secara normal kembali, sehingga dalam menghadapi penyerahan surat-surat kepercayaan dubes negara sahabat bapak dapat beraksi sebagaimana biasanya.
Walau begitu masih ada problem “besar” yang harus dipecahkan oleh Bapak yaitu bagaimana caranya agar dengan jempol yang terbalut perban Bapak bisa memakai sepatu dalam acara Credentials nanti.
Pada suatu sore sekitar jam 15.00 waktu aku sedang berbaring-baring di tempat tidurku tergopoh-gopoh masuklah pak Adung menemui aku... (pak Adung = pelayan yang selalu meladeni Bapak dalam hal pengurusan pakaian-pakaian).
V Mas... pak Adung mau pinjam gunting ada??
+ Gunting yang mana? Mau buat apa?!?
V Buat bikin lobang!
+ Bikin lobang apa???!?
V Ya... bikin lobang!!
+ Coba aja di lemari putih sana... sebelah kanan atas...! Itu... tuh dekat kotak alat-alat sulap!!
V Oh... ya.. Mas. Pak Adung pinjam gunting yang besar ya...
+ Mangga... we’e! (Maksudnya “mangga wae” bahasa Sunda).
Ngomong-ngomong buat ngebolongin apa sih pak Adung? Jangan dipakai ngebolongin barang-barang keras lho!
V Akh... ndak mas... ini buat ngebolongin karet... Bapak yang suruh.
+ Karet buat apa?
V Eh,... itu mas sepatu tennes (maksudnya sepatu Tennis).
+ Sepatu Tennis???, buat apa dibolongin???!!!
V Mau dipakai sama Bapak sore ini terima duta besar!
+ Hih... hih... terima duta pakai sepatu Tennis??... ha.. ha.. malu-maluin!!
V Bapak nggak bisa pakai sepatu mas, pan jempolnya diperban!
- Hua... hua... hua...!! Terus sepatunya di... dibolongin bu... aat ha... ha... ha... lobang... jempol... nya... hi... hi...!!!
V Heh... heh... ha... ha... ha...!!!
Waktu saat penerimaan Dubes akan dimulai buru-buru aku pergi mengintip dari pintu kamar untuk melihat Bapak memakai sepatu kepresidenannya yang baru yaitu sepatu tenis yang ujungnya bolong!
Dan... seperti apa yang kubayangkan keluarlah Presiden R.I. dengan gagah dan tegapnya mengenakan kopiah hitamnya yang khas; jas dan pantolan kebesaran plus sederetan tanda-tanda jasa dan bintang-bintang kehormatan dari negara-negara asing mulai dari bintang Lenin (Bintang tertinggi Uni Sovyet) sampai dengan bintang tertinggi Roma Katholik dari Sri Paus Vatican; tidak tertinggal Stock Komando Kepresidenan... dan yang paling bawah... sepatu tenis yang salah satu ujungnya bolong di mana tersembul ibu jari Bapak yang dibalut perban!!
+ Hih... hih... hih... huk... huk... huk... hah... hah... huah... huah... huaaaaaaah...!!! (aku tertawa terpingkel-pingkel sendirian di kamar sampai terkencing-kencing! (maaf).