Waktu: Antara tahun 1954-1955.
Tempat: Ruang duduk sebelah pojok di Hall Istana Merdeka; Ruang makan Istana Merdeka.
Yang hadir: Bung Karno; Ibu Fatmawati; Dr. Adnaan Kapau Gani; para pelayan (pak Opi; pak Oking; Pak... lupa!); aku (Guntur Soekarno). (aku juga lupa, apakah Ibu A.K. Gani turut hadir juga.).
____________________________________________
Pada suatu hari ketika aku sedang asyik-asyiknya main kereta-api-kereta-apian listrik “Marklin” di kamar tidurku, tiba-tiba Ibu datang dan menyuruh supaya aku pergi ke ruang tamu di Hall Istana Merdeka untuk menemui seorang tamu yang saat itu sedang diterima oleh Bapak.
+ Bujaaaannnngggg...! Bujaaaannnngggg...!!
- Yaaa!! (selain dengan istilah “Tok” ibuku selalu memanggilku dengan istilah “Bujang”).
+ Sedang apa kau menyuruk-nyuruk di kolong itu Jang??? (menyuruk = ngumpet; dialek Bengkulu). Waktu Ibu masuk aku kebetulan ada di kolong tempat tidur karena sedang memasang rentetan rel-rel kereta-api –kereta-apian buatan “Marklin” – Jerman Barat. Ceritanya kereta-apinya masuk terowongan!!
- Lagi masang rel!
+ Bapak panggil kau...
- Alaaahhh... aku lagi asyik nih... Bu... ada apa sih?!? (aku ngedumel).
+ Itu oom A.K. Gani ingin jumpa kau... nyo... la lamo indak kemari (ia sudah lama tidak kemari). Nyo kangen jo bujang, ayolah keluar.
- ...aku males ganti baju...
+ Idak usah ganti baju...! Begitu saja jadilah...
.........
+ Sisirlah rambut sedikit, supaya handsome!... sudahlah tak usah pakai sepatu... ayo cepat!!...
Setelah sampai di ruangan tamu di sebelah pojok hall istana Merdeka di mana bapak sedang menerima tamunya...
v Haa... Kapau ini dia Guntur... Tok... ayo salam sama pak A.K. Gani... kau ingat ndak waktu di Yogya dulu?
* Oooiiii... Bung... la besa’ budak ni!! (Ooii... Bung... sudah besar anak ini!!; dialek Palembang).
v Ya... sudah besar tapi badannya cakung! (cakung = krempeng).
* Aaaahhh... itu gampang...
Nanti oom beri obat supaya gemuk!
Pak A.K. Gani adalah seorang teman/sahabat seperjoangan dari Bapak sejak zaman “partai Indonesia” (Partindo) tahun 30-an tempo dulu. Nama lengkapnya Adnan Kapau Gani, titelnya Dokter lulusan tahun 1940 di Jakarta. Di dalam pergerakan kemerdekaan pak A.K. Gani adalah propagandis ulung dari Partindo, partai politik ke-II yang Bapak pimpin. (partai ke-I adalah P.N.I. sekitar tahun 1927-1930). Waktu Partindo dibubarkan oleh pemerintah Kolonial Belanda dan pemimpin-pemimpinnya dibuang ke luar jawa antara lain ke Ende dan Digul; Pak A.K. gani bersama-sama pemimpin-pemimpin yang selamat mendirikan Gerindo untuk melanjutkan perjoangan merebut kemerdekaan. Via Gerindo ini pak A.K. Gani meluaskan ruang lingkup sasaran propagandanya sampai ke Bali; Sulawesi Selatan; Kalimantan Timur; kalimantan selatan; Sumatra utara; Sumatra Selatan bahkan Singapura. Setelah Indonesia Merdeka yaitu didalam berkobarnya Revolusi phisik tahun 45-46 ia mengkoordinir tentara Republik di Sumatra melawan Belanda dengan pangkat Jenderal Mayor. Saat bertamu pada Bapak, A.K. Gani ketika itu sedang menjadi Menteri Perhubungan dalam kabinet.
v Kapau... jij makan siang di sini ya...
+ Ayolah... kapau... ik kebetulan masak rendang kesukaan jij!
* Allright!... dengan satu syarat! Zus Fat misti sediakan... sambal yang pedas... petai... en jengkol muda!! 9Zus Fat = Ibu Fatmawati).
+ ...Oke... ik sediakan jangan khawatir!
v Ho... ho... jij punya syarat luar biasa!
* Yah... en... Bung musti juga makan petai plus jengkol!!!
v Aku anti petai dan jengkol... Jij kan tahu... aku ndak mau kamar mandiku bau.
* Aaaachchch... Bung, buat apa toh anti sama petai dan jengkol... mereka toh bukan kapitalisme of kolonialisme... mereka ini adalah makanan asli rakyat Indonesia! Sesekali Bung cobalah; rasakan nikmatnya... dan itu baik sekali buat Bung punya nier... Bagaimana?... masih suka kambuh niernya? (nier = ginjal).
v Ya... sesekali. (Bapak memang sejak muda sudah mengindap penyakit nier (ginjal); kalau menurut Iibuku penyakit tadi disebabkan karena bapak tidak doyan makan petai).
* Ik jamin... met petai en jengkol; terutama petai; Bung punya penyakit nier pasti sembuh!! Saya toh dokter...!!!
v Aku ini betul-betul phobi sama petai; apalagi jengkol... Jij tahu kapau, kalau fat ingin makan petai atau jengkol aku izinkan tapi dengan syarat-syarat yaitu fat musti menggunakan kamar mandinya anak-anak... Aku betul-betul tidak tahan dan pasti marah-marah kalau kamar mandiku bau petai dan jengkol!
Sementara dialog di atas berlangsung Ibuku mempersiapkan segala sesuatunya untuk santap siang bersama-sama pak A.K. Gani, termasuk mempersiapkan pengadaan petai dan jengkol yang masih segar plus sambalnya...
* Bung... kembali soal bermain film tadi. Apa Bung setuju kalau ik main sebagai hoofdrollnya? (sebelum pembicaraan tentang soal petai dan jengkol tadi pak A.K. Gani mengemukakan keinginannya untuk bermain sebagai peran utama dalam film tentang perjoangan Pangeran Diponegoro kepada bapak).
v Aku setuju saja... apalagi ini ceritera tentang pahlawan Diponegoro... tapi apa jij punya Perdana Menteri bisa setuju? Jij sekarang toh masih menteri?!? Apa jij sudah tanya pada Ali? (Ali = Ali Sastroamidjojo SH; Perdana Menteri saat itu).
* ... noch.. niet... (noch niet = belum).
v Tok... kau ini dari tadi diam saja... ini lho pak Kapau Gani mau bikin film tentang perjoangan Pangeran Diponegoro dan sekaligus main sebagai Diponegoronya. Gimana... menurutmu mirip ndak pak Kapau dengan lukisan Diponegoro di ruang tamu depan sana?? (Lukisan yang Bapak maksud adalah lukisan Pangeran Diponegoro sedang memimpin pasukannya melawan kolonialisme Belanda yang tergantung di ruangan tunggu tamu sebelah ujung kiri Istana Merdeka, kalau kita berdiri menghadap istana tadi).
- Yah... begitu deh...
* Bagaiman Tur? Oom mirip Diponegoro tidak???... ha... ha...
v Menurutku jij ada mirip-miripnya dengan Diponegoro lukisannya Basuki Abdullah itu... sudah pernah lihat lukisannya?
* Noch niet... yang mana Bung?
v Ayolah kita lihat... Ayo tok... ikut!!
Kemudian Bapak; pak A.K. Gani; dan aku pergi ke depan istana; ke ruang tunggu tamu, untuk melihat lukisan pangeran Diponegoro yang sedang memimpin perang. Kalau aku lihat-lihat memang pak A.K. gani wajahnya mirip wajah Diponegoro tadi... suatu tipe pribadi yang berwatak keras; berbicara tegas dan lantang serta mempunyai sorotan mata yang tajam berkilat-kilat. Sedang kita asyik-asyikan melihat lukisan tadi tiba-tiba dari jauh ibu memanggil...
+ Maaaassss...! .... oooiii...! di mana kalian?!?... ayolah makan. Makanan sudah siaaappp!! Nanti dingin lagi!!
Di ruang makan, dengan diladeni oleh pak Opi; pak Oking... dan lain sebagainya...
* Aha!... bukan main rasanya ini jengkol! Kretek... kruek, kruek, kruek... (kretek... kruek, kruek, kruek = suara jengkol muda yang dikunyah oleh pak A.K. Gani dengan sambal trasi).
Ayo Bung... coba petainya!
Ayolah!... coba jengkol ini!! Sekerat kecil sajalah!!
Ayo Tur... jengkolnya... ach sedap oiii!
- Ya... Oom...
+ Ayolah mas coba sedikit! ... petai tu baik untuk nier...
* Ayo... Bung!
v Yo... yo... yo... aku coba... Fat, beri aku sedikit petainya, yaaak... cukup... jangan kebanyakan!
Setelah didesak-desak oleh pak A.K. Gani dan Ibu akhirnya Bapak mau juga mencicipi petai dan jengkol muda...
+ Makmano... lezat idak?? Ha...!!
v Yaaaaahhhh... boleh juga...
* Naahh... betul tidak Bung?! ... ayo tambah lagi jengkolnya... Ayo Tur lagi!
- Makasih ... oom...
Tak berapa lama kemudian..............
v Eh... Heh... fat... coba jengkolnya sedikit lagi...
+ Naaaahhhh... Kapau... kelema’an nyo kini... hi... hi... hi...! (Nah Kapau, keenakan dia sekarang; dialek Bengkulu).
* Sudahlah Bung! Jangan banyak pikir... hantam saja!! Biarlah tu kamar mandi bauuu... ha... ha... ha...
Bapak yang tadinya nggak pernah makan petai dan jengkol mentah akhirnya makan juga dengan lahapnya...
Keesokan harinya ketika Bapak mau wudhu buat sembahyang magrib...
v Saaiiiiiinnnn...!! Saaiiiinnnn...! (Pak sai’in pelayan istana yang selalu mengurusi kamar mandi Bapak).
x Kulaaaannnn... (Ya!; bahasa Sunda).
v Saha nu ki’ih di kamar mandi Bapak!! Kamar mandi bau Jengngkkoooollll! (Siapa yang kencing di kamar mandi Bapak, kamar mandi bapak bau jengkol; bahasa Sunda).
x ... t... t... te... teu... ter... terangng Pak... (tidak tahu Pak; bahasa Sunda).
v Gancang bersihkeun!! Ibu aya di mana?!?!?
v ... s... s... sa... reng mas Tok linggih di pengker... (dengan Mas Tok duduk di belakang; bahasa Sunda).
v Faaaaaatttttt...!!! ... Faaaatttt!!!... Aku kan sudah bilang berkali-kali kalau kau makan petai atau jengkol jangan pis di kamar mandiku...!! Sekarang kamar mandiku jadi bau...
+ Sabaaaarrr... jangan marah-marah... nanti lekas gaek...!
Siapo yang kemarin makan jengkol dengan Kapau?!?!?!? Siapo yang kemarin makan petai dengan Menteri Perhubungan Republik Indonesia?!?!?!?
Hayoooooo... siaaapppoooo?!? (lekas gaek = lekas tua; siapo = siapa; dialek Bengkulu).
v !?!?!?!?!?!?!?!?!... uaaaaaahhhhh!!
Bapak yang tadinya mau meledak bom amarahnya buru-buru balik kanan ngeloyor pergi.
+ Jang... bapak kau lah mulai gaek ruponyo! hi... hi... hi... hi... nyo... mabuak jengkol!! (Jang... Bapakmu rupanya sudah mulai tua; dia mabuk jengkol; dialek Bengkulu).
- Ha... Ha... ha... ha....!