03/11/2010

DUA MACAM HARI SABAT

Oleh: Anthony de Mello


Di antara orang Yahudi penyucian hari Sabat, hari Tuhan, itu
pada mulanya suatu kegembiraan, tetapi terlalu banyak rabbi
terus memasukkan tambahan satu demi satu, bagaimana itu
harus dilakukan secara tepat, tindakan apa yang diizinkan,
hingga sementara orang merasa hampir tidak bisa bergerak
sepanjang Sabat, kalau salah satu peraturan mungkin bisa
dilanggar.

Baal Shem, putra Eliezer, banyak memikirkan hal ini. Pada
suatu malam ia bermimpi. Seorang malaikat membawa dia ke
surga dan menunjukkan dua takhta ditempatkan tinggi
mengatasi lainnya.

"Bagi siapa itu diperuntukkan?" ia bertanya.

"Untuk engkau," jawabnya, "jika engkau menggunakan
akal-budimu, dan untuk orang, yang nama serta alamatnya
sedang ditulis dan akan diberikan kepadamu."

Lalu ia dibawa ke tempat paling dalam di neraka dan
ditunjukkan dua tempat kosong. "Ini disiapkan untuk siapa?"
ia bertanya.

"Untuk engkau," jawabnya, "jika engkau tidak menggunakan
akal-budimu: dan untuk orang, yang nama dan alamatnya sedang
ditulis untuk engkau."

Di dalam mimpi Baal Shem mengunjungi orang, yang akan
menjadi temannya di firdaus. Ia menemukan dia bermukim di
tengah orang kafir, tak tahu menahu tentang adat Yahudi, dan
pada hari Sabat, ia mengadakan perjamuan dengan banyak acara
gembira, dan di situ semua tetangga kafir diundang. Dan
ketika Baal Shem bertanya, mengapa ia mengadakan perjamuan
itu, ia dijawab: "Aku ingat, bahwa waktu kecil aku diajar
orangtuaku, bahwa hari Sabat itu untuk mengaso dan
bergembira, maka pada hari Sabtu ibuku itu menghidangkan
makanan paling mewah: di situ kami bernyanyi, menari dan
bergembira. Aku berbuat yang sama pada hari ini."

Baal Shem mencoba mengajar orang itu tentang cara menghayati
agamanya, sebab ia lahir Yahudi, tetapi ternyata sama sekali
tidak tahu tentang peraturan para rabbi. Tetapi ia terdiam
kelu, ketika menyadari, bahwa kegembiraan orang tadi pada
hari Sabat akan terganggu, jika ia disadarkan akan
kekurangannya.

Baal Shem, masih dalam mimpinya, lalu pergi ke rumah
temannya di neraka. Ia menemukan orang itu sebagai penganut
Hukum ketat, selalu waspada, jangan ada tindakannya yang
tidak tertib. Orang celaka itu setiap hari Sabat hidup
kalut, seakan-akan ia duduk atas api membara. Ketika Baal
Shem mau memperingatkan dia akan perbudakan Hukum,
kemampuannya untuk berbicara hilang, karena ia sadar, bahwa
orang itu tidak akan mengerti, bahwa ia bisa berbuat salah
dengan menepati peraturan agama.

Berkat pewahyuan yang diberikan kepadanya lewat mimpi, Baal
Shem Tor mengembangkan cara baru untuk kebaktian, di mana
Tuhan disembah dengan gembira, yang datang dari hati.

Jika orang bersukacita ia selalu baik, tetapi bila mereka
baik, mereka jarang bersukacita.


Cerita di atas merupakan bagian dari kumpulan cerita Doa Sang Katak - Anthony de Mello, temukan selengkapnya di sini.