06/11/2010

HUKUM TENTANG BUAH-BUAHAN

Oleh: Anthony de Mello

Di negara tandus pohon itu jarang, dan buah sulit ditemukan.
Dikatakan, bahwa Tuhan ingin membuktikan bahwa ada cukup
bagi setiap orang. Maka Ia menampakkan diri kepada seluruh
nabi dan berkata: "Inilah perintahku kepada seluruh bangsa
sekarang dan untuk keturunan selanjutnya; tidak boleh orang
makan lebih dari satu buah sehari. Catatlah ini dalam Kitab
Suci. Barangsiapa melanggar hukum ini akan dianggap berdosa
terhadap Allah dan terhadap umat manusia."

Hukum ditaati berabad-abad sampai para ilmuwan menemukan
sarana untuk mengubah tanah tandus menjadi padang hijau.
Tanah itu kaya gandum dan segala kebutuhan hidup. Dan
pohon-pohon tertunduk berat kepada buah yang tidak dipetik.
Tetapi hukum satu buah tetap diperintahkan oleh pemerintah
negara dan agama di Tanah itu.

Orang yang menunjuk pada dosa melawan perikemanusiaan,
karena membiarkan buah membusuk di tanah, dipandang sebagai
seorang penghojat dan musuh hukum moral. Orang yang
mempertahankan kebijaksanaan sabda suci Tuhan Allah, itu
dihinggapi roh kesombongan karena pikiran, kata orang, dan
kurang mempunyai jiwa iman dan ketaatan di mana hanya
kenyataan bisa diperoleh.

Di gereja-gereja kerap disampaikan khotbah-khotbah, di mana
mereka yang melanggar hukum digambarkan sengsara pada
akhirnya. Tidak pernah disinggung-singgung tentang jumlah
sama, yang juga sengsara pada akhirnya, meskipun mereka
setia menepati hukum atau tentang jumlah besar mereka, yang
hidup sejahtera meskipun melanggarnya.

Tak ada yang dapat diperbuat untuk mengubah hukum, karena
nabi yang menyatakan menerima itu dari Tuhan, sudah lama
meninggal. Ia mungkin mempunyai keberanian dan rasa wajar
untuk mengubah hukum, karena keadaan sudah berubah, sebab ia
menganggap sabda Tuhan bukan sebagai sesuatu yang harus
dihormati, melainkan harus dipakai demi kesejahteraan umat
manusia.

Akibatnya, ada orang terang-terangan mencemoohkan hukum dan
Tuhan serta Agama. Ada lain yang melanggarnya diam-diam, dan
selalu dengan rasa berbuat salah. Sebagian besar mereka
menaatinya secara ketat dan merasa dirinya suci hanya karena
mereka berpegang teguh pada kebiasaan tanpa arti dan
ketinggalan zaman, yang takut mereka buang.


Cerita di atas merupakan bagian dari kumpulan cerita Doa Sang Katak - Anthony de Mello, temukan selengkapnya di sini.