04/02/2008

Ringkasan buku “Falsafah Hidup” Hamka (2)

Tulisan ini merupakan rangkaian dari tulisan-tulisan berikut ini:

Hamka: Falsafah Hidup
Ringkasan buku “Falsafah Hidup” Hamka (2)
Ringkasan buku “Falsafah Hidup” Hamka (3)


Adab dan kesopanan
Adab terbagi dua, pertama adab di dalam, kedua adab di luar. Adab di luar adalah kesopanan pergaulan, menjaga yang akan salah pada pandangan. Adab di luar berubah menurut perubahan tempat dan bertukar menurut pertukaran aman, termasuk kepada hukum dan adat istiadat, basa-basi dan lain-lain. Orang barat menyebutnya etiket.

Yang dijaga adalah sumber adab dan kesopanan itu, bukan kulitnya. Itulah bagian kesopanan yang kedua tadi, kesopanan batin. Kesopanan batin adalah tempat timbul kesopanan lahir. Orang yang menjaga ini, di mana saja duduknya, kemana saja perginya, tidaklah akan terbuang-buang, tersia-sia dan canggung karena di dalam perkara kesopanan batin, samalah perasaan manusia semuanya. Kalau kesopanan batin suci, hati bersih, niat bagus, tidak hendak berkicuh berdaya kepada sesama manusia, akan baiklah segenap buahnya bagi segenap masyarakat.

Maka adab batin itu dibagi kepada dua bagian yang teramat penting:
1.Adab sesama makhluk
2.Adab kepada khalik

Beberapa contoh kesopanan dalam Islam adalah, memelihara mata dan perhiasan, jangan merusak hubungan, menghormati ibu-bapak.
Di dunia ini kita akan mendirikan rumah tangga, mengatur anak-anak, mendidik dan mengasuh, bantu membantu dan tolong menolong. Sebab itu jagalah matamu hai lelaki, jagalah matamu hai perempuan, janganlah kamu bersolek dan berhias dan berbedak supaya menarik mata laki-laki agar dia tergila-gila padamu. Tetapi hiasilah dirimu untuk dilindungi. Dalam berhubungan, dilarang suatu kaum mencela kaum yang lain, jangan kamu memfitnah dirimu, jangan memilih gelar-gelar buruk, hendaklah disingkirkan sangka-sangka buruk, jangan mengadu domba, jangan suka membicarakan aib atau cela saudaramu.

Diantara berbagai makhluk Allah yang ada hubungan dengan diri kita, maka adalah nabi Muhammad S.A.W, orang yang paling utama untuk kita hormati, kita muliakan dan tinggikan. Sebab kalau bukan tersebab dia, dimanakah Allah akan memberi petunjuk kepada kita. Mana kita akan tahu perbedaan haq dengan batil, yang mudharat dan manfaat? Dialah yang membimbing kita daripada gelap gulita kekafiran kepada cahaya kebenaran, kepada petunjuk, anugrah dan rahmat.

Kepada Khalik, tak syak lagi, perasaan adab dan kesopanan kepadaNya, yang timbul dari hati sanubari manusia, hati yang penuh dengan kebesaranNya, rasa takut dan cemas, harap dan mujur, cinta dan menunggu, itulah semuanya tanda-tanda iman yang kamil. Itulah sebabnya maka di dalam ayat-ayat yang mulia, di dalam hadist-hadist yang suci, selain terdapat, bahwa percuma amal-amalan tumbuh, percuma rukuk dan sujud, tegak dan duduk, kalau tidak disertai lebih dahulu olah hati iman, percaya, patuh dan takwa.

Yang menjadi “pusat jala pumpunan ikan” dari iman kepada Allah dan kesopanan terhadapnya adalah taqwa. Takwa ialah melazimi taat, menjauhi larangan dan mengerjakan suruhan, meninggalkan segala pekerjaan yang tidak ada faedahnya. Dirikan segala ibadat dan perbaiki pergaulan sesama makhluk yang dijadikanNya, perbaiki niat dan persuci hati dengan sempurna ikhlas. Pokok pangkal ikhlas adalah niat yang tulus, karena niat itulah nyawa segenap amalan. Sendi niat yang tulus adalah cinta, muhabbah. Barang siapa yang cinta, tuluslah taatnya dan sucilah niatnya, sehingga apa saja pekerjaan yang dikerjakannya ialah guna mengambil perhatian senang daripada apa yang dicintanya. Pokok segala amalan adalah cinta kepada Allah dan cinta kepada rasul, yaitu Rasul yang telah diutusNya dengan agama benar, menjadi kesaksian antara segala macam agama di alam ini.

Setelah dikupas-kupas, diselidiki dengan seksama dan sabar, ditenangkan hati sanubari –demikian ringkasan keringkasan kata Ghazali- maka yang cantik dan sempurna dan berjasa kepada kita, dan ada pertalian cinta kita kepadanya, hanyalah satu saja, yaitu Allah! PadaNyalah terdapat sebab-sebab buat dicintai lahir dan batin, tidak berkulit berisi lagi. Sebab itu hanyalah dia saja yang patut menerima cinta yang suci dan tulus dari kita. Maka orang yang cinta kepada Allah dengan cinta yang suci, mengikut suruhnya dengan cinta, menghentikan larangannya sebab cinta, cintanya itu akan dibalasi dengan Tuhan pula. Tuhan tidak akan menyia-nyiakan cinta itu, tidak akan bertepuk sebelah tangan.

Anasir yang terkandung dalam taqwa itu bermacam-macam, yaitu bahan-bahan yang menjadikan taqwa: yaitu harap (raja’), takut (khauf), cemas (rahab), mengintip (muraqabah), bersyukur, menyelidiki diri sendiri (muhasabah), sehingga mana baru langkah yang telah dilaluinya menuju Tuhan, bertawakkal, bertafakkur. Semuanya ialah bahan-bahan yang menimbulkan satu takwa di dalam hati, satu sifat bertali dengan yang lain.
Raja’ artinya pengharapan, yaitu pengharapan yang diikuti oleh pekerjaan, mengharap akan redha dan kasihanNya.
Khauf artinya takut akan azab, siksa dan kemurkaannya.
Menyelidiki, atau muhasabah dan muraqabah, menyelidiki dan memperhatikan sehingga mana baru kedudukan diri, di mana salah diri di mana kekurangannya, apa celahnya.
Syukur, ialah memuji Allah dan berterima kasih kepadaNya lantaran nikmat Nya tiada terhitung banyaknya, lahir dan batin.
Tawakkal, ialah bekerja bersungguh-sungguh mengerjakan segala macam usaha di dalam hidup, lalu menyerahkan keputusan buruk-baiknya kepada Tuhan.
Taffakur, memandangi kebesaran Allah dan kelemahan diri sendiri, taffakur menimbulkan segala dasar yang ada pada diri di dalam budi dan ilmu.

Sederhana
Sederhana adalah golongan yang terpuji diantara golongan yang berlebih-lebihan dan golongan yang serba kekurangan. Golongan sederhana meletakkan sesuatu pada tempatnya, yang memilih segala perbuatan yang bagus. Orang yang sederhana tidak condong terlalu condong tidak rebah terlalu rebah.

Orang yang sederhana, meskipun terhadap perkara yang dibolehkan, dia sederhana juga. Ingat sajalah ketika Rasullullah s.a.w hidup, diperintahkan kepada ummat Islam supaya turut pula mengerjakan sembahyang malam “Qiyamul Lail” (Tahajjud). Tetapi kemudian karena ada yang mencari rezeki, berniaga dan ada yang akan pergi ke medan perang, perintah itu diringankan daripada yang semula, hanya diberatkan kepada nabi s.a.w saja.

Orang disuruh beribadah pada hari jum’at. Tetapi ibadat itu tidak menghalangi usaha sehari-hari. Bekerjalah dari pagi sampai tengah hari. Tetapi kalau telah terdengar azan di masjid menyeru sembahyang, hendaklah segera pergi sembahyang dan segera tinggalkan perniagaan itu. Kelak setelah selesai mengerjakan sembahyang, lekas pulang ke tempat perniagaan atau perusahaan itu, untuk mencari rezeki yang telah disediakan Allah.

Sedangkan ibadat itu sendiri tidaklah boleh melebihi dari jangka. Segala sesuatu di dalam hal peribadatan sudah dinyatakan dengan terang dan sederhana, tidak boleh dilebihi dari yang tertulis.
Nyatalah bahwa sederhana, yang boleh disebut “istiqomah “ (tegak lurus ditengah-tengah), dan “I’tidal” (sama berat), diduruh di dalam ibadat sendiri, yang akan mendekatkan diri kepada Allah. Apatah lagi di dalam pekerjaan sehari-hari yang tidak mengenai ibadat, perkataan, perbuatan dan gerak-gerik. Semua hendaklah menurut jalan yang sudah ditentukan. Menurut suruh agama dan menghentikan larangannya, dan berusaha menuntuk kesempurnaan diri, mencapai budi yang utama, menjauhi segala kedurjanaan. Semuanya hendaklah menempuh jalan yang telah ditentukan agama. Sebab agama telah memilih jalan yang sederhana, untuk kemaslahatan kita dunia dan akhirat.

Kesederhanaan ini meliputi sederhana dalam niat, sederhana dalam berfikir, sederhana dalam menyatakan fikiran, sederhana dalam keperluan hidup, sederhana dalam perasaan sukacita, sederhana pada harta benda, sederhana dalam mencari nama dan sederhana dalam mencari pangkat.

Oleh karena didikan pekerti sederhana itu adalah hasil dari akal orang yang bijaksana, maka hubungan dengan pendidikan adalah besar sekali. Maksud pendidikan ialah membentuk anak supaya menjadi anggota yang berfaedah dalam pergaulan hidup. Penuh rasa kemanusiaan, walaupun apa mata pencaharian. Cinta pada persaudaraan dan kemerdekaan. Pendidikan demokrasi.

Garis besar pendidikan ialah, supaya anak-anak disingkirkan dari perasaan kekerasan yang kuat terhadap yang lemah. Pendidikan ialah menanamkan rasa bahwa diri saya ini adalah anggota masyarakat dan tak dapat melepaskan diri dari masyarakat. Pendidikan yang sejati ialah membentuk anak-anak berkhidmat kepada akal dan ilmunya. Bukan kepada hawa nafsunya, bukan kepada orang yang menggagahi dia.
Dasar pendidikan ialah membentuk manusia merdeka di tanah air yang merdeka; bukan menjadi budak di negeri yang merdeka.

Maksud pendidikan, yang terutama ialah menciptakan anak-anak yang dibelakang hari merasai arti kemerdekaan. Sederhanalah dalam mengeluarkan belanja, sederhana dalam mengeluarkan perkataan, sederhanalah dalam mengerjakan pekerjaan. Bahkan sederhanalah dalam kedukaan dan kesukaan. Dalam kebencian dan kesayangan. Dalam kemarahan dan kekasihan. Karena orang yang sederhana, walaupun kemana pergi dan kepada siapa bergaul, tidak merasa canggung. Terutama bila ia merantau ke negeri lain, ke tanah yang bukan tanahnya dan kepada teman sahabat yang berlain negeri dengan dia.

Berani
Keberanian yang di dalam bahasa Arab disebut ‘Sya’jaah”, dibagi menjadi dua bagian:
1.keberanian semangat
2.keberanian hati/budi
Keberanian semangat itu seperti: keberanaian serdadu menghadapi musuh di medan perang, keberanian pemadam kebakaran terhadap api dalam menyelamatkan nyawa orang, keberanian dokter yang mempertaruhkan nyawa untuk mendapatkan obat penyembuh penyakit, dsb.

Keberanian budi ialah berani menyatakan suatu perkara yang diyakini sendiri kebenarannya. Tidaklah suatu bangsa akan tegak, dan suatu paham akan berdiri, kalau didalam bangsa itu sendiri tidak ada yang berani menyatakan kebenaran.

Adapun agama Islam sejak dia dilahirkan adalah pembela dari penegakkan kebenaran yang tulen, kebenaran yang tidak sedikit jua bercampur dengan keraguan. Setiap penganut Islam, wajib sanggup berbuat baik mencegah mungkar, sehingga berabad-abad lamanya Islam menjadi guru dunia. Seruan Islam-lah yang membangunkan Eropa dari kungkungan pendeta-pendeta yang menghambat kebenaran itu. Kemudian musim beralih, zaman bertukar. Keberanian menyatakan kebenaran, menyatakan ilmu pengetahuan pindah ke Eropa dan penyakit Eropa pindah ke negeri Islam. Ilmu yang tinggi-tinggi terhenti jalannya. Dahulu Ulama Islam mencari kebenaran. Mereka ahli tafsir, ahli fiqh, failasuf, shufi. Mereka memperhatikan perjalanan bintang-bintang di langit. Kemudian itu yang bernama Ulama telah terlikung dalam perkara tahu istinjak, tahu bersuci. Ilmu dunia dikutuki, kebenaran dan penyelidikan yang baru dibenci, dikutuk, dikatakan menghalang dan menghilang Islam.

Dengan keberanian, orang memperbaiki di tengah jalan apa yang kurang, didengarkannya cacat yang didatangkan orang kepadanya, diperhatikannya di mana salah, diinsyafinya kekurangan dirinya dan selalu dia memperbaiki diri. Dengan keberanian pula dicapai kemerdekaan. Bangsa yang dulunya bangsa besar itu (Indonesia) pernah diberi orang gelar menjadi “Bangsa yang sesabar-sabarnya di dunia” (dulu digunakan untuk mempropagandakan kelanggengan imprealisme, pen). Tetapi “bangsa yang sesabar-sabarnya di dunia” telah bertekat “merdeka atau mati”. Berani kedua pemimpin memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Sebab keberanian pemimpin adalah karena jaminan keberanian pemuda. Dan pemuda berani karena keberanian rakyat. Senjata yang lain tak ada dalam tangan, hanya keberanian itulah. Keberanianlah modal Indonesia yang besar, hingga soal Indonesia akhirnya menjadi soal internasional yang besar.

Apa yang menimbulkan keberanian? Yang menimbulkan keberanian adalah kebenaran.
Untuk memupuk keberanian ada beberapa cara antara lain :
1.menguatkan pelajaran senam (sport)
2. mengajarkan riwayat orang-orang berani
3.biasakan berterus terang bercakap-cakap
4.tidak percaya kepada kufarat
5.memperkaya akal dengan ilmu yang memberi faedah