Kuhitung rambut jagungmu di pangkuan
Tak juga selesai sampai cinta ini memutih
Engkau ingat: ada serpih salju di pelupuk mata, karena kau tetap
berdiri di ambang taman
Meski kurasakan napasmu menderu hingga daun pintu
Kau bertahan, ingin lagu itu berhenti pada chorus yang benar
"Aku akan pulang tanggal 19," katamu seperti tetes hujan
Ada Natal menunggui cemara cantik di ruang tamu, puisi-puisi
yang berserak di lantai teracotta, di belahan bumi yang lain
Tiba-tiba rindu mengental di gelap kopi -
seperti malam-malam sebelumnya
Kita sepakat, dengan kata-kata, sulit mengutarakan perasaan
Sangat ingin kumasuki lorong panjang di matamu:
Koridor lengang berdinding marmer crema-marfil
Hingga tiba di pembaringan dengan kelambu benang katun
di sebuah rumah gaya Tudor, di sebuah kota dengan banyak menara
yang tertanam pada atap bangunan
"Aku harus pulang tanggal 19,"
Suaramu bergema di rongga dada, karena engkau meniupkannya
ke pori-pori. Dan mengaliri setiap pembuluh darah
Tunggulah barang seabad: aku belum selesai menghitung
jumlah helai rambut emasmu
Jakarta, 30 Desember 1997
Puisi Oleh: Kurnia Effendi