Aroma hujan pada rambutmu, terhisap bagai candu
Di luar matamu: hanya gelap, malam yang mengendap
Pohon-pohon dengan seribu bayangannya
mempertegas warna larut di tanah basah Kayutanam
Percakapan masih meloncat-loncat, di antara gelas kopi
dan biji durian. Saat yang erotis, Warih yang mulai memperlihatkan
sihir kata-kata, Putu Fajar dengan ketenangan area; membuat Julia
berada pada bentangan jarak birahi yang meronta
Ketika satu demi satu orang 'menyeberangi malam'
Mungkinkah mereka diterima sebuah tempat lain, dengan
samar cahaya dan sentuhan tangan yang lain pula?
Mungkinkah - seperti keinginanmu - waktu terhenti
dan Kayutanam menjadi pemuda abadi?
Aroma hujan kembali tercium dari rambutmu
Tetes air yang ditampung dari sisi tenda, dari suara tawa kita
Dimabukkan cuaca yang terus gemetar, dibakar cahaya lampu
yang terus mencakar
Kayutanam, 9 Desember 1997
Puisi Oleh: Kurnia Effendi