31/01/2010

APOLOGI IBLIS

Pada mulanya aku adalah Malaikat, yang dengan sepenuh jiwa kutempuh Jalan kepatuhan untuk mengabdi kepada Tuhan.
Bagaimana bisa panggilan pertama dilupakan? Bagaimana bisa cinta pertama hilang dari hati seorang hamba?
Bukankah kekuasaan Karunia-Nya yang melindungiku? Bukankah Dia yang menciptakan diriku dari ketiadaan?
Siapakah yang memberiku susu di masa pertumbuhanku? Siapakah yang menggerakkan ayunanku? Adalah Dia.
Sifat yang mengalir bersama susu itu- dapatkah ia selalu dibuang?
Rahmat, Keagungan, dan Kemurahan hati adalah hakekat substansi dari mata-uang-Nya, Kemurkaan-Nya hanyalah setitik noda campurannya.
Tak kupandang kemurkaan-Nya, yang merupakan sebab sementara: aku selalu memandang kelestarian Kasih-sayang-Nya yang harus dicontoh.
Ketahuilah bahwa kecemburuan adalah sebab penolakanku untuk membungkukkan diri di hadapan Adam; namun kecemburuan itu juga lahir dari cinta kepada Tuhan, bukan dari ketidakpatuhan.
Setiap rasa cemburu lahir dari cinta, karena takut kalau-kalau yang lainnya menjadi pacar sang kekasih.
Mempertimbangkan rasa cemburu adalah akibat yang tak dapat dielakkan dari adanya rasa cinta, sebagaimana kata ”Hidup!” yang mengikuti bersin.
Karena tiada gerakan kecuali hanya papan-catur-Nya dan Dia memintaku untuk bermain, adakah yang lain yang dapat kumainkan?
Kumainkan satu peranan yang ada di sana dan membuatku terkutuk.
Sekalipun dalam kesengsaraan kurasakan karunia-Nya: aku tersesat oleh-Nya, tersesat oleh-Nya, tersesat oleh-Nya!”


Puisi Oleh: Jalaluddin Rumi, Mas. II, 2617