30/01/2010

TANGGUNG JAWAB MORAL

Apabila kita membidikkan anak panah, perbuatan itu bukanlah milik kita: kita hanyalah laksana busur, yang melepaskan anak panah itu adalah Tuhan.
Hal ini bukan paksaan (jabr): ini adalah kekuasaan (jabbari) yang dinyatakan untuk membuat kita rendah hati.
Kerendahan-hati kita merupakan bukti keterpaksaan, namun perasaan salah kita adalah bukti Kebebasan-kehendak.
Apabila kita tidak bebas, mengapa perasaan bersalah itu memalukan? Mengapa timbul rasa sedih dan bersalah serta malu?
Mengapa para guru marah kepada para muridnya? Mengapa pikiran-pikiran berubah dan membuat resolusi-resolusi baru?
Engkau dapat membuktikan bahwa para penuntut Kebebasan-kehendak itu mengingkari Paksaan Tuhan, yang tersembunyi bagai bulan di balik awan;
Namun ada sebuah jawaban yang baik untuk itu: dengar, tinggalkan kekufuran, dan pegang erat-erat Iman!
Ketika engkau jatuh sakit dan menderita kesakitan, kesadaranmu tergugah, engkau dilanda penyesalan yang dalam dan memohon kepada Tuhan untuk mengampuni dosa-dosamu.
Ketika kotornya dosamu diperlihatkan kepadamu, engkau memutuskan untuk kembali ke jalan yang benar;
Engkau berjanji dan bersumpah bahwa mulai kini engkau memilih gerak perbuatanmu adalah kepatuhan.
Maka, catatlah prinsip ini, O pencari: kesengsaraan dan penderitaan membuat seseorang sadar akan Tuhan; dan semakin sadar, semakin besar gairahnya.
Apabila engkau sadar akan adanya Paksaan Tuhan, mengapa engkau tak berputus asa? Di manakah bukti dari perasaanmu yang memikat dirimu terasa terbebani?
Bagaimana seseorang akan menggembirakan orang yang terbelenggu rantai?
Apakah tingkah-laku seorang tawanan sama seperti seorang yang bebas?
Apapun yang rasanya ingin kau perbuat, pastilah kau sangat tahu bahwa engkau dapat melakukannya.
Namun dalam hal perbuatan-perbuatan yang tidak engkau kehendak, engkau telah menjadi seorang Jabbariyah, engkau berseru, ”Ini adalah Takdir Tuhan.”
Para Nabi adalah kaum Jabbariah sejauh yang berkenaan dengan amal keakheratannya, para kafir adalah Jabbariah berkenaan dengan ihwal keakheratan.


Puisi Oleh: Jalaluddin Rumi, Mas. I, 616