Telinga adalah perantara, mata adalah pencinta yang menyatu dengan sang kekasih; mata adalah karunia nyata, sedangkan telinga hanya memiliki kata-kata yang menjanjikannya.
Dalam mendengar ada perubahan sifat; dalam melihat, ada perubahan hakekat.
Jika pengetahuanmu tentang api ditentukan oleh kata-kata semata, coba matangkan dengan api!
Tiada kepastian intuitif sampai engkau terbakar, jika kau hasratkan kepastian itu duduklah dalam api!
Apabila telinga semakin peka, ia bakal menjadi mata; apabila sebaliknya, kata-kata terperangkap dan tak dapat mencapai hakekat.
Puisi Oleh: Jalaluddin Rumi, Mas. II, 858