Waktu: tahun 1962
Tempat: Istana Merdeka, ruang kamar tidur Bung Karno.
Yang hadir: Bung Karno, Ibu Fatmawati, Letkol (?) Sabur, Komisaris Polisi Mangil, aku (Guntur Soekarno)
____________________________________________
Sejak kecil aku dan adik-adik dididik oleh Bapak untuk tidak jadi anak manja walaupun aku dan adik-adik saat itu berstatus anak presiden R.I. Salah satu caranya adalah Bapak tak akan pernah memberikan sesuatu hadiah padaku tanpa aku membuat suatu prestasi; atau tanpa aku harus memeras akal dan okol dahulu. Sebagai misal waktu aku duduk di kelas 1 SMP aku ingin sekali memiliki mainan “stoommachine” (mesin-uap) yang terdapat di toko di jalan belakang Istana Negara; lebih-lebih setelah guru Ilmu Alam di SMP Perguruan Cikini menerangkan cara kerja mesin uap James Watt di sekolah, keinginan memiliki mainan tadi tambah menjadi-jadi. Hampir setiap aku pulang sekolah aku minta pada Pak Saroi, pak sopir untuk lewat di depan toko tadi sebelum masuk ke halaman Istana Merdeka.
Suatu kali keinginanku itu kuutarakan pada bapak... dan apa jawabnya?... : “kalau kau naik ke kelas 2 SMP dengan angka bagus Bapak kasih kau, “stoom-machine” itu!”
Ketika aku naik ke kelas 2 dengan angka yang cukup baik bapak memberikan hadiah stoom-machine tadi bagiku. Begitu pula dengan keinginan-keinginan yang lain...
Asal permintaanku wajar dan aku naik kelas atau lulus ujian pasti permintaanku tadi akan jadi kenyataan.
Jangan harap bila tidak naik kelas atau tidak lulus, hadiah bentuk lain yang akan diberikan oleh Bapak...
Waktu aku lulus ujian akhir SMA dengan angka yang lumayan baik aku tidak berani mengutarakan keinginanku pada Bapak karena aku tahu permintaanku kali ini pasti tidak akan masuk di akal Bapak dan juga merupakan sesuatu yang sangat tidak wajar. Lebih dari itu permintaanku ini pasti akan membuat bapak naik pitam dan Istana geger. Oleh karena itu permintaan ini aku utarakan pada Ibuku agar disampaikan kepada Bapak (pada Ibu aku berani mengutarakan karena Ibuku sangat penyabar sekali dan tak pernah marah).
+ Bu, apa sudah bilang sama Bapak apa yang aku minta?
- Sudah...!
+ kapan Ibu ke Istananya? (Ibuku saat itu sudah keluar dari Istana dan tinggal di JL. Sriwijaya Kebayoran).
- Luso lalu... (lusa lalu; dialek Bengkulu).
+ bapak gimana Bu? Boleh apa nggak?
- Belum diberi jawaban, hendak difikirkan dahulu.
+ Marah nggak?
- Kalau nyo berang idak lah salah, Bujanglah yang salah... minta yang idak-idak! Hapo... Hapo... kau ini Jang! (Kalau dia marah tidak salah, Bujanglah yang salah... minta yang tidak-tidak.... Apa-apaan kau ini Jang...). (Bujang = panggilan yang digunakan Ibu terhadapku).
Beberapa hari kemudian aku dipanggil oleh Bapak ke Istana. (Saat itu aku lebih sering tinggal bersama Ibu di Kebayoran tinimbang di istana).
Jam menunjukkan tambah kurang pukul 07.00 pagi waktu aku tiba di istana Merdeka. Di teras belakang sudah berkumpul para ajudan, tamu-tamu, sekretaris-sekretaris; Dan Kawal pribadi, para dokter pribadi dan lain sebagainya...
+ Kak Mangil, Bapak di mana? (Komisaris Polisi Mangil = Dan kawal pribadi Presiden)
= Hey... Mas Tok... wah selamat ya.
+ Selamat apa?
= Kan... lulus ujian.
+ Makasih; bapak di mana?
= Masih di kamar, belum keluar kok...
Langsung aku ngibrit (lari) ke kamar bapak cepat-cepat...
Di kamar kutemui bapak sedang duduk mengikat tali sepatunya di kursi sebelah tempat tidur. Celana panjang dan jasnya belum dikenakan, jadi masih pakai celana kolor (celana dalam) plus kemeja yang sudah berdasi lengkap. Di sebelahnya berdiri Pak Saiin memegangi jas dan celana panjang kepresidenan.
+ Pak...!
v He... kau.
+ Bapak panggil?!? (sambil hati dag-dig-dug).
v Yo... Selamat ya kau lulus. Berapa angkanya? Bagus apa jelek?
+ Lumayan aja... 104... (104 = jumlah angka keseluruhan).
Sambil berpakaian bapak meneruskan pembicaraannya...
v Ibu sudah bicara sama Bapak perkara keinginanmu...
+ ... (dag-dig-dug suara jantung berdebar).
v Bapak ndak bisa kasi izin buat itu. Bagaimanapun juga kau adalah anak Presiden R.R... Mintalah yang lain...
Mendengar hal ini dadaku rasanya mau meledak, tenggorokan seakan tersumbat tidak bisa bicara dan mata mulai merah berkaca-kaca menahan emosiku yang meluap-luap.
Perlahan-lahan kutarik nafas dalam-dalam sambil berseru di dalam hati sendiri “Tabah Guntur!! Tabahkan hati!! Asal kemauan keras di situ ada jalan!!”
Setelah emosiku reda dan tenggorokan terasa agak kendor aku bertanya pada Bapak...
+ pak, tidak boleh itu, memangnya kena apa Pak??
v Peraturan protokoler Negara tidak mengizinkan dan juga petugas keamanan tidak berani bertanggung jawab... Bapak sudah bicara dengan Sabur dan Mangil soal ini...
+ Ya sudah deh Pak kalau memang nggak boleh... (sambil ngloyor pergi aku bergumam kecil) “Petugas pengecut!!! Peraturan brengsek!!! Gua bakar ni Negara!!!
Waktu aku melewati pantry Istana Merdeka aku jumpai Let. Kol. Sabur ajudan Bapak. Langsung ia aku sapa...
+ kak Sabur saya mau ngomong sebentar... Di ruang tengah saja ngomongnya. (ruang tengah + Hall Utama Istana Negara).
Begini Kak, soal permintaan saya ke bapak itu kenapa sih tidak boleh? Kata Bapak petugas keamanan nggak berani tanggung jawab?memangnya kenapa sih... kok nggak berani tanggung jawab!! Apa negara ini tidak aman?!?
x Bukannya begitu mas Tok... Soalnya peraturan memang mengharuskan demikian dan bagaimana kalau sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan terhadap diri Mas Tok... siapa yang susah... kan semua susah.
+ Kok berfikir kalau terjadi hal yang jelek! Mbok mengharap terjadi yang bagus kan semua jadi senang!!
x Aduuuuuh!!! Mas Tok ini bagaimana... Kak Sabur pikir di seluruh dunia semua putera Kepala Negara; ... semuanya harus menerima konsekwensi ini.. Cobalah Mas Tok ingat-ingat di luar negeri itu... Putranya Eisenhower; putranya Nasser; putranya Queen Elisabeth... dan lain-lain.
+ Aahhh!!!... itu di luar negeri! Di sini lain! Saya mau jadi anak rakyat!! Dus saya tidak mau terima segala macam aturan protokoler termasuk tetek bengek itu bodyguard dan pengawalan buat saya!! Juga kalau ada tamu agung suruh adik-adik saja yang nongol menjemput... saya bosen diatur!!!
x Ya – ndak bisa dong Mas...
+ Pokoknya begitu; terserah masing-masing!!
Tanpa panjang lebar aku bangkit dan pergi ke mobil sambil berteriak ke arah Kak Mangil yang sedari tadi mengawasi aku dari jauh...
+ Pokoknya saya nggak mau dikawal lagiiii!!...
Seperti diketahui, aku dan adik-adik sebagai putra-putri dari kepala Negara selalu mendapat pengawalan dari petugas kawal Pribadi ke manapun pergi. Para pengawal pribadi ini terdiri dari anggauta-anggauta korps Brigade Mobil Kepolisian yang dipilih dari anggauta-anggautanya yang terbaik. Kebanyakan mereka adalah veteran-veteran Revolusi phisik 1945; Veteran-veteran operasi Madiun 1948; veteran-veteran operasi DI/TII Jawa Barat; veteran operasi PRRI/Permesta (operasi 17 Agustus) dan pada saat Resimen Tjakra Birawa dibentuk, Detasemen Kawal pribadi ini mendapatkan tambahan tenaga pilihan dari team Rangers Korps Brigade Mobil, inilah veteran-veteran dari operasi merebut Irian Barat, yaitu operasi Jaya Wijaya yang panglimanya adalah Pak Harto. Team Rangers Korps Brigade mobil inilah yang antara lain menjadi infiltran-infiltran pertama yang merembes masuk Irian Barat yang pada saat itu masih dijajah oleh Belanda. Pada perkembangan selanjutnya team ini kemudian menjadi embrio dari Resimen Pelopor Korps Brigade Mobil yang sekarang kita kenal. Mereka-mereka inilah yang menjadi ekor-ekorku ke mana saja aku pergi... kecuali ke kakus! (WC). Kalau aku belajar di kelas mereka selalu ada, mengawasiku dari kejauhan. Kalau aku pergi ke toko mereka selalu “mengikuti” tak jauh di belakangku. Kalau aku bertamu atau main ke rumah kawan, mereka “nongkrong” di pagar rumah atau “leyeh-leyeh” (duduk istirahat) di kios rokok di depan rumah kawanku itu. Jangan tanya kalau aku diundang ke acara yang sifatnya resmi... uh mereka bertebaran seperti tawon!! Pokoknya buat aku kehadiran mereka itu sangat brengsek! Hal ini bukannya oleh karena aku tidak senang pada pribadi-pribadi mereka terus terang barangkali dari segala macam pengawal pribadi kepala negara yang ada di negara-negara di dunia ini, mereka adalah yang paling baik dan qualified. Baik phisik maupun mental. Figur-figur mereka tidak seperti bodyguardnya Presiden AS misalnya, yang phisiknya tegap-tegap dan gede-gede plus trade-mark rambut pendek “crew-cut” atau seperti security-mannya Nikita Krustjov dari Uni Sovyet yang gede-gede gede gempal dengan ciri khas mukanya selalu berkerut masam. (mungkin mereka sudah diindoktrinir oleh CCPKUS untuk tidak boleh tersenyum). Mereka-mereka itu phisiknya sedang-sedang seperti kebanyakan orang Indonesia dan potongannya sederhana saja, supel; ramah; sangat pandai bergaul akan tetapi cekatan dan disiplin sekali. Pendeknya secara pribadi mereka mengasyikkan. Jangan tanya bila sudah dihubungkan dengan tugas, betul-betul mereka itu sangat membosankan, sehingga aku berketetapan hati tidak mau lagi mendapat pengawalan dari mereka.
Setelah pertemuan dengan Bapak tadi, berhari-hari aku memeras otakku untuk mendapatkan alasan yang akan kukemukakan pada Bapak agar aku diizinkan berkeliaran tanpa “ekor”, sampai akhirnya aku dapati alasan itu!
Keesokan harinya cepat-cepat aku temui kembali Bapak di kamarnya...
+ Pak... ehm soal pengawalan itu apa masih tetap tidak boleh dihilangkan?
v Kan Bapak sudah bilang itu tidak bisa, mintalah hadiah yang lain!! Heh, kemana kau mau teruskan sekolahmu?
+ Ada 2 yang aku mau masuk, terserah yang mana yang keterima... Akademi Angkatan Laut sama ITB Bandung.
v Terserahlah mana yang kau pilih... semuanya bagus.
+ Kalau sekiranya aku bisa lulus jadi Perwira ALRI apa masih terus dikawal?
v Selama kau masih jadi anak Kepala Negara, masih... peraturan begitu...
+ Tapi, pak, aku kan tidak bisa terus dikuntit sama kakak-kakak pengawal itu?!? Terus terang aku risi (risi = kagok).
v Risi bagaimana... toh engkau bebas kemana kau mau, kakak-kakak itu hanya menjaga keselamatanmu saja. Apa mereka pernah melarangmu berbuat sesuatu?
+ Nggak pernah.
v Nah, lalu apa lagi?
+ Ya... tapi aku kan punya teman cewe...
v Apa kakkak-kakak itu melarang kau berteman dengan cewe-cewe? Nanti bapak kasih marah mereka kalau berani melarang kau berteman dengan cewe-cewe!
+ maksud aku bukan begitu... ini soal pacar aku...
v Pacarmu yang mana?! ... Ho.. Ho!
+ Kok yang mana?!... pokoknya pacar akulah!
v Ya Pak, tapi soalnya...
v Soalnya kenapa?... kenapa pacarmu itu?
+ Dia kayaknya ngambek dan eh... mau minta putus!
v Mengapa dia minta putus?! Kau konangan nyeleweng ya! (konangan = ketahuan)
+ Bukan Pak! Sungguh mati!!
v Lalu??... Oh barangkali kau terlalu galak padanya... heh, kau tahu wanita itu jangan digalaki, dia pasti lari... rayulah lembut-lembut...
+ Bukan itu soalnya... Pak!...
v Lalu apa?? Mungkin kalian itu masih cinta monyet!!...
+ Soalnya aku... eh... ng... nggak pernah... c... c... cium dianya!...
v Huah... Huah... Huah... masa soal itu... Huah... jadi... huah... alasan!! (Bapak tertawa terbahak-bahak!).
Kenapa tidak kau cium dia?
+ Nggak berani... Pak...
v Sejak kapan kau menjadi... hu... hu... hu... (tertawa terkekeh)... penakut wanita... hu... hu...?? ...Tentu saja dia minta putus kalau begitu! Kau yang salah!! Mencium wanita kan bukan pekerjaan yang sulit... asal punya keberanian! ... sudah... cium saja... risikonya paling banter kau ditamparnya!!
Ho... hoo... ho... kau terlalu!!! Kau jangan bikin malu aku!!...
+ Ya.... Pak... tapi gimana aku mau cium dia di depan... pengawal!!!...
v Heh?!!!?... (seketika Bapak tertegun!)
+ Aku kan nggak bisa paksa dia supaya mau dicium sambil diawasi oleh para pengawal-pengawal!!?! Makanya... sudahlah Pak, aku nggak usah pake kawal-kawalan deh... sulit buat aku dan aku tambah lama kan tambah gede... gimana aku mau pacaran kalau caranya begini?!??
Lama keadaan menjadi hening... Bapak rupanya berfikir dalam-dalam tentang alasan yang kukemukakan tadi... Sambil menarik nafas panjang Bapak kemudian berkata:
v ...yah... memang saru berciuman ditonton orang... (saru = tidak sopan)
Yah, sudahlah begini saja... Bapak kasih kau hadiah lulus ujian... Bismillah... mulai bulan depan kau boleh ngeluyur tanpa pengawal!! Nanti Bapak kasi tahu Sabur dan Mangil...
+ Terima kasih Pak!!! (sambil kabur keluar kamar).
v Heey!!...
Bulan depan lapor soal cium tadi!!!
+ Ya Paaaakkk!!
............................