06/10/2010

TIPUAN DIPLOMAT

Waktu: Tahun 1961
Tempat: Hotel metropole, Beograd, Jugoslavia
Yang hadir: Kepala negara-negara peserta konperensi Non-Blok; Bung Karno; megawati; Ny. Kol. Sugito; Mr. Bebler dubes Jugoslavia untuk Indonesia (kalau tidak salah ingat); aku (Guntur Soekarno); dan lain-lain.
____________________________________________

Pada masa berlangsungnya konperensi Non-Blok Beograd tahun 1961 di Jugoslavia, diadakan suatu banquet kenegaraan oleh tuan rumah yaitu presiden Joseph Broz Tito, untuk menghormati tamu-tamu para kepala negara-negara yang turut menghadiri konperensi tersebut.
Selai para kepala negara maka para anggauta delegasi dan rombongan turut diundang pula. Delegasi Indonesia saat itu mendapat tempat menginap di Hotel Metropole Beograd bersama-sama dengan delegasi “Benteng Arab” yaitu delegasi Republik Persatuan Arab yang dipimpin langsung oleh “Salahudin Abad XX”, Gamal Abdul Nasser.
Bagiku mendapat undangan untuk hadir dalam banquet berarti suatu siksaan, karena di situ mau tak mau aku terpaksa makan makanan yang dihidangkan yang pastinya akan membuat perutku mual dan lagi aku akan menjadi murus-murus.
Memang handicap (kesulitan, halangan) yang paling terasa bila aku pergi ke luar negeri adalah soal makanan. Rupanya perutku ini benar-benar ndeso (kampungan). Sedikit saja kemasukan makanan non-Indonesia langsung “berontak”. Untuk mencegah hal itu maka selama aku berada di Jugoslavia aku selalu makan makanan indonesia yang dikirim secara rutin dengan rantang ke hotel oleh salah seorang staff pembantunya Pak Ibrahim Adjie, dubes Indonesia untuk Jugoslavia.

Menghindari akan datangnya hantu “mual-mual” dan “murus-murus” akupun pergi ke Bapak yang tinggal di President Suite, 4 tingkat 9kalau tidak salah ingat) di bawah kamarku untuk minta izin “bolos” dari undangan banquet.
Waktu aku masuk ke kamar bapak, ia sedang makan sarapan pagi sebelum pergi ke acara sidang.
+ Pak...
- Ho... kau... duduk sini.
+ Sarapan apa pak?
- Biasa... roti bakar sama dadar telor, juga madu Arab.
Kau sudah sarapan?
+ Belum, abis belum datang rantangannya...
- Rantangan apa?
+ Makanan Indonesia
- Wah, enak kau. Dari mana kau dapat?
+Dari staffnya Oom Adjie...
-Kalau ada lebih... sisakan buat Bapak ya.
+Boleh... tapi kalau ada lebihnya lho.
... Konperensinya gimana pak?
- Yah... bolehlah, terutama teman-teman kita dari Afrika... mereka itu atos-atos. (keras = bahasa jawa).
Kecil tetapi hebat, seperti Sentiaky. (Sentiaky adalah patih dari prabu batara kresna yang kecil perawakannya akan tetapi sakti luar biasa).
+ Yang bintangnya siapa?
- Wah... itu susah menjawabnya sebab yang hadir adalah pemimpin-pemimpin rakyat yang kalibernya begini-begini... (sambil bapak mengacungkan jempol tangannya)... tapi yah Nkrumah ininya (sambil Bapak menunjuk keningnya)... brilyan.
Imperialisme pasti nderedeg (gemetar) menghadapi ia punya strategi umum buat Afrika. (Kwame Nkrumah = Presiden Ghana).

Sedang kita asyik-asyiknya ngomong ngalur-ngidul, dari bawah hotel terdengar sorak-sorai massa meneriakkan yell-yell mengelukan pemimpin Mesir, Gamal Abdul Nasser yang menginap di situ juga.
Viva Nasser!!... Viva Nasser!!... Viva Nasser!!
Ternyata tiga buah bis yang penuh dengan massa campuran orang–orang Arab; Jugoslavia; Afrika; kemungkinan mereka itu adalah mahasiswa-mahasiswa yang sedang belajar di sana yang berteriak-teriak di muka hotel sambil membawa poster-poster perjuangan gambar-gambar Presiden Nasser yang besar-besar.
+ Waduh... pak... fansnya Nasser.
- Ya... dia orang besar, sebab itu pengikutnya banyak...
+pak, sebenarnya begini pak... aku mau minta ijin nanti malam nggak usah hadir di banquet. Soalnya aku takut muntah-muntah dan murus-murus.
- Kenapa? Apa kau tak enak badan? Kau sakit perut?
+ Sekarang sih belum apa-apa, tapi kalau nanti malam aku makan makanan sini yang aneh-aneh pasti deh aku murus-murus dan mual-mual mau muntah.
- Tahankan sajalah, toh hanya sebentar dan kalau kau sampai tidak hadir, tidak baik, Pak Tito dan Bu Jovanka sudah mengundangmu dan Adis buat hadir. Begini, aku kasi tahu caranya supaya kau tidak muntah-muntah dan murus-murus...
Seterusnya Bapak memberi aku kuliah tentang caranya menghindari “muntah dan murus” karena makan makanan asing.
Setelah diadakan sedikit praktek di meja makan di situ maka selesailah kuliah Bapak secara komplit.
- Nah, begitu caranya... Mukamu harus tetap gembira dan senyum... baru kau bisa jadi diplomat ulung.
+ Terima kasih pak...

Riba-tiba dari bawah terdengar lagi sorak-sorai massa meneriakkan jel...
Viva Ahmed!!...
Viva Ahmed!!...
Viva Ahmed!!...
Cepat-cepat aku bangkit dari kursi dan ngibrit ke jendela karena ingin tahu siapa yang mereka elu-elukan itu.
Ternyata mereka adalah serombongan pawai massa terdiri dari orang-orang Afrika, Tionghoa, Jugoslavia dan segerombolan orang-orang Indonesia yang berhenti di muka hotel untuk mengelu-elukan Bapak.
Mereka berteriak-teriak sambil mengacung-acungkan foto-foto Bapak dan poster-poster bertuliskan Ahmed Zukarna.
+ Heeey... pak mereka nyorakin bapak tuh!
- Yo... aku tahu. Ini gara-gara teman-teman dari Arab yang selalu memperkenalkanku ke mana-mana dengan nama Ahmed Sukarno... Jadi mereka itu sebut aku si Ahmed... ho... ho...

Malam harinya banquet kenegaraan dimulailah.
Di mejaku duduk antara lain: Dubes Jugoslavia untuk Indonesia Mr. Bebler (kalau tidak salah);beberapa anggauta delegasi Afrika; Ny. Kol. Sugito yaitu istri kol. Sugito ajudan Bapak yang menjadi semacam chaperon bagi Megawati adikku dan aku sendiri.
Sebagaimana biasa hidangan disuguhkannya berturut-turut satu per satu sesuai dengan daftar menu yang tersedia.

Begitu saatnya mulai dibagikan, adikku Mega melirik padaku dan berbisik...
= mas, makanannya nggak enak, aku takut muntah... gimana ya.
+ Udah jangan dirasain telen aja... ayo mulai makan. Ehm... Excellency .... please...
Maka santapan dimulai...
Pada saat pertengahan jamuan kulihat wajah-wajah tante Sugito dan Mega sudah mulai pucat-pucat berkeringat menahan rasa mual. Saat itu mereka sudah tidak bisa kita ajak tertawa lagi, paling-paling hanya senyum-senyum masam saja. Apalagi ketika tiba pada jenis makanan yang paling menyesakkan perut yaitu sejenis makanan (masakan) yang terdiri dari campuran telur ikan kaviar yang ngaujubilah amisnya plus keju susu yang minta ampun baunya (lebih busuk dari pada trasi yang paling busuk!).
= Aduh, Gun... ini apa lagi? Gue nggak tahan deh kalau begini (Mega berbisik loyo padaku).
v Tok, iki opo maneh seh? Kok gak entek-entek... seh?!? Wetengku lak bonyok nek ngene. (Tok, ini apa lagi sih, kok tidak habis-habisnya sih? Perutku kan jadi hancur kalau begini!)
Tante Sugito menggerutu dalam dialek Surabaya.
+ Udah... deh bismillah aja... Akupun makan dengan lahapnya makanan yang “nikmat” itu tanpa menghiraukan Mega dan tante Sugito yang sedang blingsatan menahan rasa mual dan mules perut.
X wah... makanan ini luar biasa enaknya. Bukankah begitu Mr. Guntur? (Mr. Bebler berkata dalam bahasa Inggris).
+ Oh... eh... of course yes... please! (dalam hatiku... sialan ini dubes nawar-nawarin terus aja!!).
Sambil aku terus makan dengan lahapnya adikku dan tante Sugito melihat padaku dengan terpesona dan keheran-heranan.
= mas... situ kok bisa doyan sih? (sambil melongo-longo).
+ Huk... huk... (aku tertawa kecil).

Setelah banquet tadi selesai, waktu aku akan berganti pakaian di kamarku di hotel, adikku dan tante Sugito masuk tergopoh-gopoh...
= Mas... situ kok doyan sih makannya tadi? Gue rasanya mau mati!!
V Iyo... Tok, kowe kok yang biasanya paling ribut soal panganan kok iso lahap ngono... piye sih kon ini?
+ Ssssyyyttt... aku tadi nggak makan! Aku cuman kunyah di mulut terus aku lepeh (muntahkan) ke serbet sambil belagak ngelap mulut, kalau di serbet udah banyak makanan, terus aku buang ke kolong meja makanannya...
= idih... kau curang deh!!
Vkon iki duwe akal seko endi Tok?!?! (kamu ini dapat akal dari mana Tok?)
+ ...Ha... ha... Rahasia!!
Waktu mau tidur akupun tertawa terpingkal-pingkal sendiri, soalnya membayangkan bagaimana akan menggerutunya itu pelayan-pelayan yang akan membereskan meja-meja dan kursi-kursi setelah pesta. Pasti mereka akan memaki-maki kian kemari!!