07/10/2010

HARI ULANG TAHUN PROKLAMASI AGUSTUS 1945

Waktu : di Bulan-bulan Agustus tahun 1955-1959.
Tempat: Istana Merdeka.
Yang hadir: Bung Karno; AIP. Prihatin; Pak Adung; aku (Guntur Soekarno).
____________________________________________

Pada setiap menghadapi perayaan hari ulang tahun kemerdekaan RI ada 2 hal rutin yang selalu dikerjakan oleh Bapak; pertama, menyiapkan bendera pusaka yang akan dikibarkan yaitu mengeluarkan bendera pusaka dari kotaknya untuk kemudian diangin-anginkan atau kalau ada yang sobek ditisik, dan kedua menulis naskah pidato kenegaraan untuk diucapkan pada tanggal 17 Agustus pagi di hadapan seluruh bangsa Indonesia dan bangsa-bangsa di luar negeri. Bendera pusaka sejak zaman Yogya selalu disimpan oleh Bapak di dalam sebuah kotak kayu berukiran dengan ukuran kurang lebih 30 X 40 cm; dan diletakkan di lemari pakaiannya bagian sebelah kiri di sudut paling atas atau kadang-kadang juga diletakkan di dalam lemari benda-benda pusaka hadiah-hadiah dari pelbagai kalangan yang terletak di sebelah kanan tempat tidur Bapak, bila kita menghadap ke tempat tidur itu. Di atasnya ditutupi dengan kain kuning emas warna kepresidenan (seperti warna bendera kepresidenan RI yang dahulu selalu digunakan oleh Bapak akan tetapi sekarang ini boleh dikata tidak pernah dipergunakan lagi oleh Pak harto kecuali bila Pak Harto berada di luar negeri). Biasanya 10 hari atau 1 minggu sebelum 17-an (tujuhbelasan) kak Prihatin yaitu seorang perwira anggauta Brigade mobil Kepolisian R.I., dari Detasemen kawal Pribadi Presiden yang selalu menjadi komandan pasukan pembawa bendera pusaka, menghadap pada Bapak untuk mengambil dan selanjutnya memeriksa serta menyiapkan bendera tersebut untuk dikibarkan.

Pada suatu pagi di beranda depan kamar tidur Bapak...
+ Lapor Pak!
- Ya! Ada apa!?
+ Kamu akan mengambil bendera pusaka untuk dipersiapkan...
- Oh.....
Dung! Candak bendera pusaka kadieu! (Dung, ambil bendera pusaka ke sini).
Prihatin... Bantu Andung... (Pak Andung = Pak pelayan yang mengurus kamar Bapak).
+ Siap pak!!!
Tak berapa lama merekapun datanglah sambil membawa kotak bendera pusaka plus kuncinya untuk diserahkan kepada bapak.
- Taruhlah di meja sini... mana kuncinya?
+ Ini Pak... (kunci kotak bendera pusaka terdiri dari beberapa anak kunci yang diikat jadi satu dengan pita berwarna merah putih).
Ketika Bapak hendak membuka kotak bendera, suasana kurasakan menjadi hening sekali dan wajah bapak tampak berubah menjadi kemerah-merahan menahan emosi dengan mata yang berkaca-kaca. Mula-mula kain kuning penutup kotak yang diangkat, dan diletakkannya di samping kotak; dari ujung korsi panjang akupun menggeser dudukku mendekati Bapak karena ingin melihat bendera pusaka Republik Indonesia dari dekat sebelum ia mengangkasa pada tanggal 17 Agustus. Sambil mengucapkan Bismillair rachmanir rachim Bapak kemudian memasukkan anak kunci ke dalam lubangnya dan membukanya.
Ketika kotak sudah dibuka terlihatlah sebuah bendera merah putih yang sudah tua terlipat rapih di dalam kotak dengan warna yang sudah luntur. Saat itu aku bertanya-tanya pada diriku sendiri apa sebenarnya kekuatan yang berada di balik bendera yang tua itu sehingga beratus-ratus bahkan beribu-ribu kaum patriot dan pejoang mau mempertaruhkan jiwa dan raganya hanya agar bendera itu bisa selalu berkibar di angkasa Republik Indonesia yang merdeka setiap 17 Agustus??? Ya, “mantera” apakah yang sebenarnya ada pada diri Sang Saka merah putih pada umumnya sehingga membuat boleh dikata seluruh bangsa dan rakyat Indonesia kecuali tentunya penghianat-penghianat kemerdekaan dan antek-antek kaum imperialisme dan kolonialisme, menjadi setia tuhu dan “kultus” terhadap sang saka tadi? Jawabnya hanya dapat kutemukan pada kisah tentang perkembangan umat manusia,yaitu sejarah evolusinya sejak zaman leluhur agung ras manusia yang bernama Adam dan Siti hawa hingga terbentuknya masyarakat modern saat ini. Apakah jawabnya?
Jawabnya adalah: tidak ada satu bangsapun di dunia ini yang mau dijajah! Tak pernah kita temui dalam sejarah perkembangan umat manusia pada suatu zaman, suatu bangsa; suatu rakyat; mau dijajah secara sukarela! Setiap bangsa; setiap rakyat yang terjajah pasti ingin merdeka!!

Dan bendera merah putih ternyata adalah pengejawantahan; lambang; cap; atau dengan kata yang lebih hebat “Trade Mark”, dari merdekanya bangsa dan rakyat indonesia!! Inilah yang membuat kita-kita semuanya “kultus” padanya; mau berkorban untuknya!! Setia tuhu padanya!!
v Pak bendera pusakanya udah temoh begini apa nggak bahaya kalau dikibarkan terus saban 17 Agustus?? Kenapa dulunya nggak dibikin dari bahan yang kuat sih? (temoh = usang).
- Ibumu dulu tidak punya bahan yang bagus, jadi dibikin seadanya... 9seperti diketahui pembuat bendera pusaka adalah Ibuku sendiri. Bendera tersebut dijahit ketika aku berada dalam kandungannya sekitar tahun 1944 di Pegangsaan Timur 56 Jakarta; sekarang Gedung Pola).
v Kalau nantinya sudah ketemohan terus nggak bisa dikibarkan lagi gimana?
- Bapak akan tempatkan bendera ini di suatu tempat atau monumen yang agung di mana rakyat setiap hari bisa melihatnya.
v Abis yang dikibarkan apa dong?
- Tiruannya saja...
Heh Prihatin, bendera ini aku serahkan padamu untuk Agustusan; periksalah kalau-kalau ada yang sobek suruh tisik.
+ Baik Pak!

Hal lainnya yang selalu dilakukan oleh Bapak menjelang 17 Agustus adalah menyiapkan naskah pidato kenegaraan yang menurut Bapak pidato 17 Agustus tadi adalah lebih merupakan suatu dialog antar patriot dengan patriot; ego-nya rakyat dengan alter-egonya rakyat; tinimbang sebagai pidato formil (resmi) kepala Negara dari Republik Indonesia. Proses persiapannya biasanya demikian...
Beberapa waktu sebelum bulan agustus bapak mengumpulkan saran-saran dari semua pihak; kelompok-kelompok sosial politik yang riel hidup di kalangan masyarakat, termasuk di dalamnya antara lain partai-partai politik, angkatan bersenjata; tokoh-tokoh kemasyarakatan; Menteri-menteri; pemuda; buruh; tani dan lain sebagainya. Semua ini sebelum masuk tidur atau pagi-pagi sambil duduk minum kopi dipelajari dan dibacanya satu per satu; point-point yang dianggapnya pernting ditandainya dengan pensil merah atau biru. Selain hal tersebut di atas, Bapak mempersiapkan juga bahan-bahan yang diambil dari majalah-majalah; berita-berita dari luar negeri; laporan-laporan dari luar negeri; tentunya dipilih yang penting-penting. Kemudian bapak membuat pokok-pokok masalah yang akan dikemukakan dalam pidato kenegaraan, baru setelah itu memilih judul yang tepat. Misalnya untuk 17 Agustus 1959 bapak memilih judul Re-discovery of our Revolution atau Penemuan Kembali Revolusi Kita yang terkenal sebgai pidato manifesto Politik (Manipol) karena beberapa waktu sebelumnya yaitu tanggal 5 Juli 1959 Bapak mendekritkan berlakunya kembali UUD 1945 sebagai dasar negara. Kalau semua bahan-bahan tadi telah dipelajarinya barulah bapak mulai mengadakan penulisan teks pidato berdasarkan kepada point-point permasalahan yang telah ditentukan tadi. Dalam rangka penulisan, bapak selalu dibantu oleh katakanlah sebuah team yang bekerja 24 jam non stop, terdiri dari seorang Liaison officer yang membawahi 2 sampai 3 orang pengetik cepat dari Sekretariat Negara. Kalau saat penulisan dimulai maka tidak seorangpun boleh mengganggu bapak mulai pagi sampai dengan pagi lagi. Semua tamu-tamu rutin biasanya ditangguhkan dan hanya tamu-tamu yang urgent saja yang diterima. Bapak menulis teks pidato dengan vulpen merk parker dan selalu dengan model terbaru diisi dengan tinta Quink warna biru muda atau biru tua. Penulisannya dilakukan di atas kertas kepresidenan ukuran folio; setelah tulis tangan selesai langsung ditik sebagai konsep. Konsep ini kemudian diperiksa dan diteliti kembali oleh Bapak sambil diadakan koreksi-koreksi; penambahan-penambahan; pengurangan-pengurangan dimana perlu. Setelah ditik sekali lagi secara final di atas kertas kepresidenan menjadi naskah asli teks pidato untuk dibaca pada pidato kenegaraan. Walaupun ada naskah yang telah dibuat, pada saat pidato, Bapak sering juga menambah atau mengurangi beberapa hal dari naskah tersebut. Ilham yang tiba-tiba muncul pada saat Bapak berpidato biasanya langsung diucapkan walaupun hal itu tidak terdapat dalam naskah, demikian pula untuk hal-hal yang tiba-tiba dirasa tidak perlu diucapkan, tidak diucapkannya. Jadi teks asli pidato dengan teks dibuat berdasarkan hasil notulen stenographis atau tape-recorder biasanya terdapat perbedaan-perbedaan...

Pada suatu hari ketiak aku pulang sekolah kulihat Bapak sedang menulis teks pidato di meja bunder besar yang terletak pada ruangan tengah (Hall) Istana Merdeka. Dengan mengendap-endap aku lewat di depan meja tempat Bapak menulis agar tidak mengganggu konsentrasinya untuk pergi ke kamarku di samping kiri Istana Merdeka. Tiba-tiba...
- Hey... tolong ambilkan tinta bapak di kantor...
v Ta Pak!

Setelah kucari-cari ternyata tintanya yang dimaksud tidak dapat kujumpai di meja tulis ruang kerja Bapak...
v Tintanya nggak ada Pak.
- Coba di kamar bapak, di sebelah stock Komando. (stock Komando = tongkat komado yang selalu digunakan oleh Bapak pada upacara-upacara kenegaraan resmi).
Setelah kudapati di sana maka tinta tadi kuserahkan pada bapak...
v Ini Pak tintanya...
- Kau sudah makan?
v Belum... Bapak sudah belum?
- Sebentar lagi...
Jangan makan dulu... bantu dulu Bapak.
v Ya... Pak... Belum selesai juga nulisnya Pak?
- Belum! Heh, kau jangan jauh-jauh dari bapak, kalau-kalau aku perlu kau untuk ambilkan buku-buku.
v Ya Pak...

Akupun kemudian pergi ke beranda depan dari kantor pribadi Bapak yang sekaligus juga menjadi tempat perpustakaan buku-buku pribadi bapak. Di dalam perpustakaan pribadi ini terdapat buku-buku Bapak sejak kurang lebih tahun1919 sampai dengan yang terbaru meliputi buku-buku tentang politik, ekonomi, filsafat, kebudayaan, sosiologi, Agama dan lain sebagainya. Di situ aku duduk di kursi dekat pintu keluar ke ruang hall tempat Bapak menulis artikel sambil mendengarkan keluruk suara nyanyian perutku yang sedang lapar.
- Tok!!... bawa kemari Declaration of Independent dari Thomas Jefferson (Thomas Jefferson = Presiden AS yang ke-III, penyusun Konstitusi Amerika).
v Yaaa... Paaaaakkk!!!!
Cepat-cepat aku ke perpustakaan mencari-cari buku tadi setelah ketemu segera aku serahkan pada Bapak dan aku kembali lagi duduk di tempat semula.
- Toookkk...!! Ambilkan bukunya Abraham Lincoln!! (Abraham Lincoln = Presiden AS yang anti perbudakan negro).
v Yaaaaaa... Paaaaaakkkkkk!!!
....... tak berapa lama.......
- Toookkk!! Bawa kemari bukunnya Vivekananda!! (Swami Vivekananda = seorang ahli filsafat dari India yang menjiwai gerakan nasionalisme di India).
v Yaaaaaa... Paaaaaakkkkkk!!!
- Kembalikan buku ini! Bawa kemari bukunya Nehru dan Karl Kautsky... (Nehru = Jawaharlal Nehru pemimpin Nasionalis India; Karl Kautsky = seorang tokoh gerakan Sosialis di Eropah).
- Toooook!! ...Bukunya Jean Jaurez... (Jean Jaurez = pemimpin gerakan Sosialis di Perancis).
v Yaaa..... Paaaaakkkkk!
....... tak berapa lama.......
- Tooookkkk!!...
v Yaaa..... Paaaakkk...!
- Bukunya Lothrop Stoddard (Lothrop Stoddard= pengarang buku “The Rising Tide of Color” yang terkenal).
....... tak berapa lama.......
- Tooooookkkkkk!!!
v ..........
- Tooooookkkkkk!!!
v ..........
- Tooookkkk!!!!... Toookkk!!!... Tooookkkk!!!...
.....?!?!?!?!?!?!?!?!?!?!
.............................................................................
- Heh!... Heh!... Heh!!
Ayo bangun!!
v ... hah... eh... a, a, apa Pak?!?!?!?!?!?! (sambil tergugup-gugup dan menggosok-gosok mata!)
Bukunya... K... K... Karl... Marx... Pak?!?!?!
- Husy! Kamu ngelindur!!!!
Ayo temani bapak makan!!!
v ...?!?!?!?!?!?! yaaaa Paaakkk!!