Waktu: Tahun 1960 – perjalanan K.T.T. Non Blok.
Tempat: DC-707 PAN.AM. Di suatu lapangan terbang di negara (aku lupa!) dalam perjalanan ke Beograd, Yugoslavia.
Yang hadir: Bung Karno, Pak Gatot Subroto, rombongan Negara, aku (Guntur Soekarno).
_____________________________________________
Dalam perjalanan mengikuti Bapak ke konperensi Non-Blok Beograd di dalm pesawat sambil iseng-iseng aku pindah duduk di sebelah kursi Bapak yang terletak di ruang VIP saloon pesawat carteran DC-707 PAN AM.
Terdorong oleh rasa ingin tahu lebih banyak tentang acara melihat kapal perang RI yang dibuat di Yugoslavia, akupun mengajukan pertanyaan-pertanyaan terperinci mengenai hal tadi pada Bapak.
+ Pak, aku dengar kita di Yugo mau lihat kapal perang kita yang dibikin di situ ya??!
- Yo,... kapal perang kita yang baru ini hebat dan modern. Kita nanti akan lihat semuanya itu di sana.
+ Meriamnya besar apa tidak pak? Besar mana sama punya Korvet Patiunus?
- Yah, mulai dari yang sedengan sampai yang terbesar dan termodern yang pakai radar! Kau tahu berapa jauh daya tembaknya?!... 5-10 mil! Hampir Tanjung Priok – Kebayoran!
+ Panjang loopnya berapa Pak?
- Hampir setiang listrik.
+ Pelurunya sebesar apa, maksud aku kaliber berapa?
- Persisnya Bapak kurang tahu.
+ Di dalam loopnya pakai alur tidak?
- Mestinya pakai... Eh, kalau kau mau tahu lebih detail tanya sana sama Pak Gatot Subroto, Pak Gatot tahu banyak soal perkara senjata!
Tanpa banyak bicara sembari menyambar seuntai anggur yang berada di meja di depan Bapak aku ngeloyor ke kursi pak Gatot yang letaknya di tengah-tengah pesawat.
+ Oom Gatot! Eh... tidur!
Ternyata saat itu pak Gatot Subroto sedang lelap tidur mendengkur di pesawat sehingga niat bertanya aku urungkan. Sambil berjalan lunglai karena masygul aku kembali ke tempat dudukku semula.
Di situpun aku temui Pak Tukimin Sastramenggala (pembantu Pribadi Bapak) yang duduk di kursi sebelahku juga sudah tidur ngorok! Untuk mengisi kekosongan waktu kumakan anggur yang kuambil dari meja Bapak sambil membayang-bayangkan seperti apa besarnya meriam kapal perang kita yang dibuat di Yugoslavia itu. Sejam kemudian tanda “no-smoking & safety belt” menyala berarti kita akan mendarat kaena sampai pada tujuannya.
Setelah landing di landasan kulihat sederet pasukan kehormatan dari negara tadi lengkap dengan korps musiknya sudah berderet rapi di tepian parkir pesawat. Di sudut lain sudah siap 3 baterai Artileri lapangan (mungkin Howitzer 115 m.m.) siap buat tembakan kehormatan 21 kali. Di depan Terminal airport berderet para penyambut dan pejabat-pejabat teras setempat yang terdiri dari pejabat-pejabat Sipil dan Angkatan Bersenjata. Begitu pesawat parkir dan pintu dibuka maka para anggauta rombongan turun satu per satu untuk mengambil tempat yang sudah disediakan oleh panitya.
Rombongan yang statusnya VIP, seperti Kepala Negara, Menteri, KSAD, Pejabat Tinggi Pemerintahan dan lain sebagainya yang secara kelakar di antara rombongan kita sebut sebagai golongan “Honorobel” (Honorouble = terhormat); mereka ditempatkan di depan dekat kepala Inspektur Upacara. Rombongan yang tidak masuk kategori VIP seperti aku aku sendiri, petugas sandi, intel, pengawal pribadi, pembantu pribadi, wartawan dan lain sebagainya; yang secara kelakar di antara rombongan kita sebut golongan “Honorucuk” ditempatkan agak ke belakang. (Istilah Rucuk-nya diambil dari istilah Jawa “Kerucuk” yang berarti bawahan).
Setelah bapak selaku Panglima Tertinggi Angkatan Perang RI tiba di tempat Upacara sebagaimana biasa dilakukan penghormatan umum kemudian lagu kebangsaan kedua negara: Indonesia Raya dan lagu kebangsaan negara tadi disertai 21 kali tembakan kehormatan.
Sementara segala macam upacara protokoler berlangsung dari tempat rombongan Honorucuk aku pergi menyeberang ke tempat rombongan Honorobel. Dengan beringsut setapak demi setapak agar jangan menarik perhatian kudekati Pak Gatot yang sedang tekun mengikuti jalannya upacara.
+ Oom... tadi tidur ya?!
v Oh, kowe... Tur, ada apa?
+ Mau tanya tentang meriam kapal perang kita yang dibikin di Yugoslavia itu. Kata Bapak meriamnya hebat, otomatis pakai radar apa betul Oom??
v Oh... ya! Meriamnya hebat!! Yang lebih hebat lagi, sekarang kita wis duwe meriem atoom!!
+ Ah... masa iya?!? Barangkali masih rahasia ya Oom??
v Itu... lho meriam plastik di Babah Gemuk! (maksudnya meriam mainan dari plastik; istilah plastik saat itu adalah atom, misalnya sisir plastik = sisir atom).
+ .....?!?
+ Oom upacaranya kok lama sekali ya?
v Caranya di sini begitu barangkali.
+ Saya sudah pegel berdiri nih... Oom.
v Podo! (sama!)
+ Mana kebelet buang air kecil lagi...! (kebelet = ingin sekali).
v Podo! (sama)
+ WC-nya di mana ya Oom?? Pastinya ya di gedung airport situ ya Oom... waduh jauhnya... mesti nyebrang lagi... (maksudku menyebrang lapangan di mana upacara sedang berlangsung).
v Hayo cari WC umum di dekat sini!
+ Mana ada Oom!!
v Wis – tha! Ikut saja sama Oom!
Pak Gatot kemudian keluar dari tempat rombongan Honorobel berdiri dan berjalan kembali ke arah pesawat DC-707 yang diparkir sambil kuikuti dari belakang.
+ Oom mana WC-nya?
v Lha ini apa! ( sambil menunjuk sebuah roda pesawat yang tingginya kurang lebih 1 ½ m, dan terdiri dari 2 buah ban itu).
+ Nanti dilihat orang oom!
v Mana bisa! Punyaku ketutup ban yang satu! Punyamu ketutup yang satunya... beres to! Ayo nguyuh!!
+ ...y ....y ...ya ...ya ...Oom!
Peduli setan sama orang-orang dari pada ngompol mendingan gue kencing di sini (dalam hati). Terima kasih Oom Gatot!