Waktu: Jakarta, tahun 1964.
Tempat: Istana Merdeka/ruang makan.
Acara: Makan siang.
Yang hadir: Bung Karno, Mega, Guruh, pak Enem, Pak Sarnapi, Nek Djojo, aku (Guntur Soekarno).
____________________________________________
Pada suatu liburan kuliah aku pulang ke Jakarta buat ketemu dengan keluarga, terutama Bapak dan Ibu.
Di kesempatan itu pada suatu hari aku makan siang bersama dengan Bapak – dan Adik-adik. Bapak duduk di kursi ia biasanya duduk, yaitu kursi di mana tepat di tembok sebelah belakangnya bersarang peluru senapan mesin kaliber 20 mm, yang dahulu dimuntahkan oleh pesawat MIG-17-nya Oknum anti Pancasila waktu gawat-gawatnya pemberontakan PRRI/PERMESTA. Di muka Bapak duduk Mega, di kiri Bapak duduk Guruh yang saat itu masih berumur 11 tahun dan aku sendiri duduk di sebelah kanan Bapak. Sambil makan, tidak banyak – yang kita obrolkan; paling-paling Bapak bertanya soal kuliahku, suasana kota Bandung dan ITB saat itu dibandingkan dengan suasana zaman Bapak masih belajar di sana. Dan sudah terang tidak ketinggalan soal siapa pacarku – saat itu. Soal pacar ini boleh dikata pada setiap kesempatan aku pulang dari Bandung selalu ditanyakan. Mungkin hal ini disebabkan Bapak khawatir pengalamannya masa mahasiswanya akan terulang pada diriku, yaitu kecantol tante-tante dari Bandung; istilah sekarangnya, yang terkenal karena kecantikannya dan kebahenolannya.
Setelah makan selesai sebagaimana biasa kita kemudian makan buah-buahan. Dalam kesempatan inilah biasanya kita ngomong-ngomong segala macam soal mulai yang “berat-berat” sampai yang ‘enteng-enteng”.
Tahu bahwasanya saat itu aku mulai terjun dalam dunia politik, yaitu masuk menjadi anggauta suatu organisasi mahasiswa yang berlandaskan suatu ideologi politik (GMNI, waktu itu), maka bapak bercerita tentang pengalamannya di dalam suatu arena politik praktis, yaitu arena Konperensi Non Blok Beograd tahun 1961.
+ Apa kau tahu bahwa buat menjadi seorang politikus itu tidak mudah?
Apalagi kalau kau mau jadi politikus yang berpijak pada kepentingan-kepentingan politik rakyat.
- Ya tahu dong Pak, sebab itu aku sekarang ingin belajar politik.
Selanjutnya Bapak menceriterakan atau menjelaskan perlunya seorang politikus apalagi yang namanya seorang pemimpin politik di dalam suatu organisasi politik negara untuk menguasai betul-betul soal-soal massa phsikologis dari rakyat pada suatu saat, dan perlunya keteguhan memegang azas (dasar) organisasi; azas perjoangan organisasi (strategi) dan taktik perjoangan organisasi. Terlepas organisasinya itu organisasi apa. Boleh organisasi negara; boleh organisasi partai; boleh organisasi mahasiswa; boleh organisasi kekaryaan; boleh organisasi tentara dan lain sebagainya.
- Ya, tapi itu kan teorinya Pak. Mraktekinnya itu yang sulit.
Terus, apa ya betul bisa dipraktekin?!
+ Heh, kau tahu pengalamanku waktu non-Blok Beograd yang kau ikut dulu itu?
Waktu sidang, waduh bertele-telenya, sampai beberapa anggauta delegasi kita tidur ngorok! Bapak hafal sampai suaranya. Kalau di belakang atau di sampingku ada suara ngorok yang begini... akh itu pasti ngoroknya Pak Yamin, kalau ngoroknya begitu, nah itu Pak Ali Sastro, kau punya bos sekarang. Padahal soal yang didebat-debatkan sampai ber tele-tele itu intinya sama, perjoangan anti Neo-Kolonialisme & Imperialisme.
Seperti kita ketahui Konp. Non Blok Beograd waktu itu betul-betul merupakan suatu konprensi adu konsepsi politik yang luar biasa hebatnya. Boleh dikata gembong-gembong pemikir dan pelopor-pelopor kebangkitan pergerakan kemerdekaan Afrika, Asia, Eropa, pada berkumpul di situ dan mempertarungkan konsepsi-konsepsinya. Tokoh-tokoh seperti Nehru, Tito, Nasser, Nkrumah, Selasiie, betul-betul merupakan tokoh yang punya bobot kadar selangit yang masing-masing mereka itu mempunya hak moril buat menentukan hitam putihnya konperensi. Ini aku lihat sendiri (walaupun hanya melalui TV) bagaimana gegap-gempitanya sambutan-sambutan dan sorak-sorai peserta konperensi bila tokoh-tokoh tadi memasuki ruang sidang. Aku rasa persis seperti kalau Agustus Octavianus, Sang Caesar, - memasuki ruang sidang senat zaman Romawi dulu. (barangkali???).
Saat itu aku boleh merasa bangga, karena bapak termasuk juga ke dalam tokoh-tokoh yang meng-cover jalannya konperensi aku rasa Nasser, Tito, Nkrumah, lebih-lebih Nehru agak kuwalahan bersaing dengan Bapak, terutama dalam menarik simpati wartawan-wartawan wanitanya! (Aku tahu pasti Bapak expert dalam hal ini). Bila di layar TV aku melihat banyak wartawan wanita bergerombol-rombol, aku bisa pastikan bahwa yang diinterviu pasti Bapak.
Dalam situasi umum konperensi yang macam ini memang sulit untuk mendapatkan suatu kata akur dari semua peserta konperensi, karena masing-masing peserta mempertahankan konsepsi-konsepsi yang dilontarkan oleh jagoan-jagoannya misalnya peserta dari Arab sebahagian besar menyokong pendapatnya Nasser, Nehru dijagoi oleh beberapa negara Asia, Nkrumah oleh negara-negara Afrika yang baru merdeka, walaupun pendapat-pendapat tadi pada dasarnya sama, yaitu bagaimana caranya menghapuskan Neo-Kolonialisme & Imperialisme, agar supaya dunia ini menjadi aman dan damai.
+ Kau tahu saking bertele-telenya sidang lama-lama akupun menjadi judeg (kesal, lalu cari akal buat memecahkannya. Waktu pemimpin-pemimpin bangsa-bangsa lain berpidato panjang lebar aku peras aku punya otak dan ber do’a mudah-mudahan Tuhan memberikan aku ilham buat mempersatukan mereka yang sedang berdebat itu. Dan Alhamdulillah sekonyong-konyong ilham itupun datang.
- Ilhamnya gimana Pak?
Guruh yang baru berumur lebih kurang 11 tahun menyela dengan serius seolah-olah ia mengerti apa yang kita bicarakan walaupun aku yakin ia hanya pura-pura mengerti karena ingin mendapatkan tambahan buah mangga yang sedang Bapak makan.
+ Ruh, ini habiskanlah mangga Bapak. Tapi kau sisakan sedikit buat Bapak...
Aku teruskan...
Dekat kepada giliranku berpidato di depan sidang, sementara yang lain masih berpidato aku bangkit dari tempat dudukku dan aku datangi Nasser yang sedang liyer-liyer mengantuk mendengarkan pidato pembicara. Kutepuk punggungnya dan kurangkul dari belakang sambil aku bisikkan “sesuatu” dangan muka angker kepadanya. Nasser pun mengangguk-angguk tanda setuju kepada apa yang kubisikkan. Wah, seluruh delegasi matanya tertuju pada Bapak dan pada Nasser yang sedang berbicara serius itu.
Setelah duduk beberapa waktu aku datangi Nehru, kurangkul dari belakang dan kubisikkan sesuatu lagi dengan serius. Nehru pun mengangguk-angguk tanda setuju kepada soal yang bapak bisikkan.
Kembali para peserta geger saling berbisik kiri kanan. Tak lama setelah aku kembali ke tempat duduk datang giliran Bapak berpidato. Dengan berapi-api Bapak lontarkan konsepsi Indonesia ke dalam sidang yaitu konsepsi taktik perjoangan buat negara-negara non Blok menghadapi Neo-kolonialisme & imperialisme dan alhamdulillah sambutan para peserta bukan main, hebat sekali. Setiap konsepsi yang Bapak kemukakan selalu mendapatkan tepuk tangan riuh dari para peserta, baik negara-negara Arab, Asia dan terutama negara-negara Afrika yang baru merdeka. Mereka pikir tentunya konsepsi Indonesia inilah yang telah disetujui pula oleh nasser dan Nehru.
Akhirnya kau tahu sendiri hasilnya, konsepsi Indonesia banyak sekali masuk ke dalam keputusan-keputusan sidang itu. Di samping itu sidangpun mengutus Bapak dan pak Nehru mewakili seluruh negara-negara Non Blok menyampaikan keputusan-keputusan sidang; Masing-masing bapak ke Kennedy dan Nehru ke Khrustjov, agar kedua negarawan itu tahu bahwa kekuatan politik yang anti Neo-Kolonialisme & Imperialisme sudah muncul di tengah-tengah pergolakan politik dunia, dus mereka jangan mau seenak udelnya mengatur dunia ini.
- Bapak bisikkan apa sama Presiden Nasser dan Pak Nehru?
+ Ingin tahu apa yang kubisikkan? Kurang lebih begini Indonesianya:
Saudaraku Nasser atau Saudaraku Nehru, apa kau masih betah duduk di sini lebih lama lagi? Aku capek dan lapar! Perutku sudah melilit-lilit! Apa kau lapar juga? Gimana kalau kau aku undang makan siang sehabis sidang ini di hotelku? Kau setuju? Nasser dan Nehru pun acc... lalu mengangguk-angguk!! Cuma itu! Dan semua peserta konperensi mengira Nasser dan Nehru sudah acc dengan konsep indonesia! Buatku yang penting semua peserta harus bisa dipersatukan pendapatnya!
- ???